Rabu 15 Mar 2023 13:29 WIB

Cina: AUKUS Berjalan Ke Arah yang Salah

AS, Inggris dan Australia menjalin kemitraan kepemilikan kapal selam nuklir.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nidia Zuraya
Perdana Menteri Australia Anthony Albanese, berbicara ketika Presiden Joe Biden mendengarkan selama konferensi pers dengan Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak, di Naval Base Point Loma, Senin, 13 Maret 2023, di San Diego, saat mereka mengungkap, AUKUS, pakta keamanan trilateral antara Australia, Inggris, dan Amerika Serikat.
Foto: Foto AP/Evan Vucci
Perdana Menteri Australia Anthony Albanese, berbicara ketika Presiden Joe Biden mendengarkan selama konferensi pers dengan Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak, di Naval Base Point Loma, Senin, 13 Maret 2023, di San Diego, saat mereka mengungkap, AUKUS, pakta keamanan trilateral antara Australia, Inggris, dan Amerika Serikat.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Cina mengkritisi kesepakatan kapal selam bertenaga nuklir di bawah kelompok AUKUS yang dibentuk oleh Amerika Serikat (AS), Australia, dan Inggris. Menanggapi kesepakatan tersebut, Kementerian Luar Negeri Cina pada Selasa (14/3/2023) mengatakan, AUKUS sedang melakukan perjalanan lebih jauh ke jalan yang salah dan berbahaya untuk kepentingan geopolitik mereka sendiri.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina, Wang Wenbin mengatakan, AUKUS terbentuk dari mentalitas khas Perang Dingin. Mereka akan memotivasi perlombaan senjata, merusak rezim nonproliferasi nuklir internasional, dan membahayakan stabilitas serta perdamaian regional. 

Baca Juga

“Pernyataan bersama terbaru yang dikeluarkan oleh AS, Inggris, dan Australia menunjukkan bahwa ketiga negara telah melangkah lebih jauh ke jalan yang salah dan berbahaya untuk kepentingan geopolitik mereka sendiri, sama sekali mengabaikan keprihatinan komunitas internasional,” kata Wang kepada wartawan.

Wang mengulangi klaim Cina bahwa AUKUS menimbulkan risiko serius bagi proliferasi nuklir, serta melanggar objek dan tujuan Perjanjian Non-Proliferasi Senjata Nuklir. Wang menuduh ketiga negara itu 'memaksa' Badan Energi Atom Internasional untuk memberikan pengesahannya.

“Tiga negara mengklaim bahwa mereka akan mematuhi standar non-proliferasi nuklir tertinggi, yang merupakan penipuan murni,” kata Wang.

Menteri Pertahanan Australia, Richard Marles, mengatakan, AUKUS diperlukan untuk melawan pembangunan militer konvensional terbesar di kawasan itu sejak Perang Dunia Kedua. Pejabat Australia mengatakan, kesepakatan kapal selam bertenaga nuklir itu akan menelan biaya hingga 245 miliar dolar AS selama tiga dekade ke depan dan menciptakan 20.000 pekerjaan.

Marles mengatakan, Australia telah melakukan upaya diplomatik besar-besaran selama berbulan-bulan menjelang pengumuman kesepakatan pembelian kapal selam bertenaga nuklir. Australia juga melakukan lebih dari 60 panggilan telepon ke para pemimpin regional dan dunia. Australia bahkan telah menawarkan untuk menjaga Cina tetap dalam lingkaran.

“Kami menawarkan briefing. Saya belum ikut briefing dengan Cina,” kata Marles.

Berbicara dalam panggilan video dengan wartawan pada Senin (13/3/2023) malam, Asisten Sekretaris AS untuk Urusan Asia Timur dan Pasifik Daniel J Kritenbrink mengatakan tingkat transparansi yang terlibat adalah salah satu fitur utama dari pengaturan tersebut. “Mitra AUKUS telah memperjelas niat kami, termasuk komitmen kami terhadap perdamaian dan stabilitas regional," kata Kritenbrink. 

AUKUS adalah salah satu dari beberapa pengaturan keamanan yang dipimpin AS dan mendapat kecaman dari Beijing  Cina juga mengecam kelompok Quad yang terdiri dari Australia, India, Jepang, dan Amerika Serikat yang bertujuan untuk menekan Beijing. Para menteri luar negeri Quad mengatakan, mereka menyoroti tantangan terhadap tatanan berbasis aturan maritim, termasuk di Laut Cina Selatan dan Timur.

Hal ini merujuk pada langkah agresif Cina untuk menegaskan klaim teritorialnya dalam upaya untuk menggantikan kekuatan militer AS sebagai pemimpin di kawasan itu. 

Cina juga resah dengan kesepakatan antara Washington dan Filipina. Kesepakatan itu memberikan akses lebih besar bgai pasukan AS akses ke pangkalan-pangkalan Filipina di sepanjang 'rangkaian pulau pertama' yang merupakan kunci kendali Cina atas wilayah tersebut. Dukungan militer dan politik AS untuk Taiwan juga mendapat tanggapan yang lebih mengancam dari Beijing dalam beberapa tahun terakhir.

Beberapa hari terakhir terlihat para pejabat pemerintahan Presiden Xi Jinping mengeluarkan pernyataan yang mengerikan tentang hubungan AS dengan Cina, serta keamanan Cina secara umum. Menteri Luar Negeri Qin Gang memperingatkan Washington tentang kemungkinan konflik dan konfrontasi jika AS tidak mengubah arah untuk memperbaiki hubungan yang tegang terkait Taiwan, hak asasi manusia, Hong Kong, keamanan, teknologi, dan invasi Rusia ke Ukraina.

Sebelumnya, Xi mengatakan kepada delegasi legislatif Cina bahwa negara-negara Barat yang dipimpin oleh Amerika Serikat telah menerapkan penahanan, pengepungan, dan penindasan menyeluruh terhadap Cina. "Ini membawa tantangan besar yang belum pernah terjadi sebelumnya bagi pembangunan bangsa kita," ujar Xi 

Dalam penutupan pertemuan badan legislatif pada Senin (13/3/2023), Xi mengatakan perlu untuk memodernisasi angkatan bersenjata dan membangun tentara rakyat menjadi tembok besar baja yang melindungi kepentingan dan keamanan nasional Cina. Xi juga menegaskan kembali tekad Cina untuk membawa Taiwan di bawah kendalinya dengan cara damai maupun kekuatan militer di tengah meningkatnya kekhawatiran di luar negeri atas kemungkinan serangan terhadap Taiwan.

"Cina harus dengan tegas menentang campur tangan kekuatan eksternal dan kegiatan separatis kemerdekaan Taiwan, dan dengan tegas mempromosikan proses reunifikasi ibu pertiwi,” kata Xi.

sumber : AP
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement