REPUBLIKA.CO.ID, ABUJA -- Bank sentral Nigeria telah memperpanjang batas waktu untuk menukar mata uang lamanya dengan uang kertas baru yang didesain ulang. Pemberlakuan kebijakan tersebut dilakukan setelah kebijakan perubahan ke mata uang baru memicu kekurangan jumlah uang tunai di negara itu. Kondisi ini memaksa banyak bisnis tutup dan membuat jutaan orang tidak dapat menarik uang mereka.
Bank Sentral Nigeria mengumumkan pada Senin (13/3/2023) malam bahwa uang kertas lama 200 naira (senilai 43 sen AS), 500 naira (senilai 1,08 dolar AS) dan 1.000 naira (2,16 dolar AS) akan tetap menjadi alat pembayaran yang sah hingga 31 Desember 2023. Juru bicara bank sentral, Isa Abdulmumin, mengatakan perpanjangan itu dimaksudkan untuk mematuhi arahan dari Mahkamah Agung yang memutuskan bahwa pelaksanaan program penggunaan uang baru telah melanggar hukum. Pada Selasa (14/3/2023), uang kertas lama dan yang didesain ulang masih belum tersedia untuk ribuan orang yang mengantre di bank-bank di ibu kota Nigeria, Abuja.
Nigeria telah mengalami kekurangan uang tunai sejak awal Februari 2023, karena tidak cukupnya uang kertas desain pecahan baru yang telah dicetak untuk menggantikan uang desain lama, di negara yang sangat bergantung pada uang tunai ini.
Analis menuduh pihak berwenang menerapkan kebijakan dengan sangat buruk di negara dengan ekonomi terbesar di Afrika itu. Di mana layanan pembayaran digital sangat tidak dapat diandalkan dan hanya 45 persen orang dewasa yang memiliki rekening bank, menurut data Bank Dunia.
"Krisis uang tunai telah merugikan ekonomi Nigeria sekitar 20 triliun naira atau senilai 43 miliar dolar AS. Hal ini disebabkan oleh lumpuhnya aktivitas perdagangan, yang akhirnya mencekik ekonomi informal dan kontraksi sektor pertanian,” dalam sebuah pernyataan dari Pusat Promosi Perusahaan Swasta yang berbasis di Lagos.