REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mendukung agar para terdakwa tragedi Kanjuruhan dihukum maksimal. Komnas HAM memandang vonis yang dijatuhkan tak sesuai rekomendasi yang sudah diberikan.
Komisioner Komnas HAM Uli Parulian menyatakan lembaganya terus memonitor perkara ini. Bahkan Komnas HAM sudah mengeluarkan rekomendasi menyangkut tragedi kanjuruhan.
"Komnas HAM sudah mengajukan pendapat HAM kepada majelis hakim PN Surabaya yang menangani perkara tersebut. Rekomendasi Komnas HAM adalah hukuman maksimal," kata Uli kepada Republika, Rabu (15/3/2023).
Uli mempercayakan proses hukum kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Tinggi Jawa Timur atas vonis dua terdakwa Tragedi Kanjuruhan. Uli berharap supaya proses banding melahirkan putusan sesuai rekomendasi Komnas HAM.
"Kewenangan jaksa untuk mengajukan banding, Komnas HAM mendukung agar proses hukum dan hukuman yang adil," ujar Uli.
Selain itu, Uli mendorong putusan banding menunjukkan keberpihakan pada korban dan keluarga korban. Mereka diharapkan memperoleh kompensasi atau restitusi melalui putusan Hakim Pengadilan Tinggi.
"Putusan banding bisa mengakomodir kompensasi,restitusi, rehabilitasi karena menurut UU LPSK untuk adanya kompensasi, restitusi, dll harus disebutkan di dalam putusan pengadilan," ucap Uli.
Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya menjatuhkan vonis terhadap dua terdakwa tragedi Kanjuruhan dengan hukuman berbeda. Ketua Panpel Arema FC Abdul Haris divonis 1 tahun 6 bulan penjara, sedangkan Security Officer Suko Sutrisno hanya divonis 1 tahun penjara.
Keduanya dinilai bersalah melanggar Pasal 359 KUHP, Pasal 360 ayat (1) KUHP, dan Pasal 360 ayat (2) KUHP juncto Pasal 103 ayat 1 juncto Pasal 52 Undang-Undang nomor 11 tahun 2022.
Meski demikian, vonis yang dijatuhkan terhadap kedua terdakwa jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum yang meminta Suko dan Haris dihukum 6 tahun 8 bulan penjara.