REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Dalam Buku Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah, Prof Ali Muhammad ash-Shalabi melukiskan sosok Osman Ghazi sebagai seorang pemimpin yang saleh.
Pendiri Dinasti Utsmaniyah itu dekat dengan kaum ulama. Salah satu gurunya, Syekh Edebali, merupakan sahabat sekaligus mertuanya.
Mursyid tarekat itu memberikan kepadanya sebilah pedang. Senjata tersebut menyimbol kan bahwa kekuasaan merupakan amanah dari Allah SWT.
Karena itu, pemerintahan yang diselenggarakannya mesti selaras dengan syariat agama. Hingga abad ke-16 M, Pedang Osman menjadi tradisi yang selalu dilakukan kalangan istana Utsmaniyah dalam momen pengangkatan raja baru.
Menjelang wafatnya, Osman memberikan banyak nasihat kebajikan kepada putra-putranya. Seperti dirangkum ash-Shalabi dari Mas'at Bani Utsman, berikut ini beberapa petuah bijak dari sang peletak fondasi Dinasti Utsmaniyah.
“Sungguh, saya akan berpindah ke haribaan Tuhan. Saya akan sangat bangga jika eng kau menjadi sosok yang adil terhadap rakyat, berjihad di jalan Allah, dan menyebarkan syiar Islam.
Wahai anakku! Kuwasiatkan kepadamu agar dekat dengan alim ulama. Perhatikanlah mereka. Hormatilah mereka. Selalu ber musyawarah dengan mereka. Sebab, para ahli ilmu tidak akan pernah menyuruh kecuali pada kebaikan.
Ketahuilah, wahai anakku, bahwa jalan kita satu-satunya di dunia ini adalah jalan Allah. Tujuan kita satu-satunya adalah menyebarkan agama Allah. Kita bukanlah orang yang mencari kedudukan dan dunia.”
Menurut ash-Shalabi, pesan-pesan itulah yang menjiwai tekad para penguasa Utsmaniyah, khususnya dalam periode awal dinasti Turk tersebut. Karena itu, mereka amat memperhatikan pembangunan peradaban Islam.
Tentunya, para sultan Turki berambisi merealisasikan sabda Nabi Muhammad SAW mengenai penaklukan Konstantinopel. Berabad-abad silam, Rasulullah SAW pernah ditanya oleh para sahabat, Manakah yang lebih dahulu jatuh ke tangan Muslimin, Konstantinopel atau Roma? Maka beliau menjawab, Kota Heraklius (Konstantinopel).
Dalam sebuah kesempatan yang lain, Rasul SAW menegaskan bahwa Konstantinopel benar-benar akan ditaklukkan. Sebaik-baik amir (khalifah) adalah amir (khalifah) yang memimpin penaklukkannya. Sebaik-baik pasukan adalah pasukan yang menaklukkannya.
Hingga tutup usia, Osman tidak berhasil mewujudkan visi tersebut. Beberapa raja Ustmaniyah sesudahnya pun tidak ditakdirkan Allah Ta'ala untuk membebaskan ibu kota Bizantium tersebut. Barulah pada medio abad ke-16 M, perkataan Nabi Muhammad SAW terbukti menjadi kenyataan.
Adalah Sultan Mehmed II yang berhasil menguasai Konstantinopel. Dengan menerapkan strategi yang brilian serta upaya-upaya yang pantang menyerah, dia dapat memasuki jantung Romawi Timur itu pada 29 Mei 1453 M.
Beberapa dekade kemudian, Utsmaniyah resmi menyandang titel kekhalifahan karena menguasai tiga tanah suci Muslim. Impian Osman terwujudkan.