REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Kementerian Agama, Tarmizi Tohor menegaskan Kemenag mendukung upaya penguatan sektor keuangan syariah melalui Undang-undang No.4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). Menurutnya, UU tersebut memberi inovasi baru bagi pengelolaan wakaf uang.
“UU P2SK yang menyatakan bahwa Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah (UUS) dapat menghimpun dana sosial yang berasal dari wakaf uang dan menjadi nazir dan/atau menyalurkannya melalui nazir sesuai dengan kehendak pemberi wakaf" ujar Tarmizi saat menjadi narasumber dalam Focus Group Discussion (FGD) "Penyusunan Model Bisnis Bank Syariah Menjadi Nazir" yang dihelat Bank Indonesia, Rabu (15/03/2023).
"Hal ini menjadi tantangan baru. Meski begitu, perlu ada evaluasi mekanisme Bank Syariah sebagai Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU) sehingga dapat menjadi pembelajaran bagi konsep baru ini,” katanya.
Merujuk data Kementerian Agama, Tarmizi menyebut terdapat 37 Bank Syariah dan BPRS (Bank Pembiayaan Rakyat Syariah) yang ditunjuk Pemerintah menjadi Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang. Tetapi, imbuhnya, banyak dari lembaga tersebut yang tidak melakukan fungsinya mengumpulkan wakaf uang.
“Tercatat pada tahun 2020 terdapat 13 LKS-PWU tanpa pengumpulan wakaf uang, tahun 2021 ada 5 LKS-PWU, dan tahun 2022 ada 5 LKS-PWU. Sedangkan pada tahun 2022 baru terkumpul Rp 135 Miliar," ujar Tarmizi.
Dikatakan Tarmizi, Bank Syariah belum memiliki departemen wakaf yang bertanggung jawab untuk mengembangkan produk wakaf uang. Di samping itu, juga tidak ada alokasi anggaran untuk sosialisasi wakaf uang melalui promosi dan dukungan SDM.
Tarmizi pun mengingatkan perlunya harmonisasi Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang dengan regulasi Kementerian Agama, Kementerian Keuangan, dan Otoritas Jasa Keuangan. DIkatakannya, perlu diterbitkan fatwa dan kajian fikih wakaf uang bagi nazir Bank Syariah dan penentuan obyek wakaf yang dapat dikelola oleh Bank Syariah.
“Perlu adanya fatwa dan kajian fikih wakaf uang bagi nazir Bank Syariah, penentuan obyek wakaf yang dapat dikelola oleh Bank Syariah, dan juga terkait administrasi wakaf uang seperti model Akta dan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW), serta mekanisme proses izin bank syariah menjadi nazir. Ini perlu didiskusikan dan dikaji secara mendalam oleh para stakeholder dan praktisi,” katanya.
Meski hal tersebut merupakan tantangan yang cukup kompleks, Tarmizi menambahkan, terdapat peluang peningkatan aspek wakaf produktif, seperti kolaborasi Bank Syariah dan nazir wakaf tanah untuk memproduksi aset wakaf yang terbengkalai akibat kurang pendanaan.
Tindak lanjut dari amanah UUP2SK diharapkan memberikan kewenangan yang tepat antara Kementerian Agama, OJK, dan, BWI. Sehingga, masing-masing tidak tumpang tindih dan dapat bekerja secara optimal.
Selain Kementerian Agama, turut hadir dalam FGD tersebut perwakilan dari berbagai stakeholder Bank Indonesia seperti Kementerian Keuangan, Kementerian PUPR, OJK, Tabung Perumahan Rakyat, Badan Wakaf Indonesia, dan perwakilan Bank Syariah.