Kamis 16 Mar 2023 09:33 WIB

Guru Besar Unkris Prof Gayus Lumbuun: Putusan PN Jakpus Soal Tunda Pemilu Harus Dihormati

Masih ada upaya yang diatur melalui instrumen hukum banding dan upaya selanjutnya.

Red: Endro Yuwanto
Mantan Hakim Agung yang kini menjadi Guru Besar Hukum Administrasi Negara Universitas Krisnadwipayana (Unkris), Prof Gayus Lumbuun.
Foto: Republika/Wihdan
Mantan Hakim Agung yang kini menjadi Guru Besar Hukum Administrasi Negara Universitas Krisnadwipayana (Unkris), Prof Gayus Lumbuun.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) pada perkara Nomor: 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst atas gugatan Partai Prima kepada Komisi Pemilihan Umum (RI) KPU yang berujung pada penundaan Pemilu 2024 menimbulkan banyak polemik. Banyak pihak yang menilai gugatan tersebut salah alamat bahkan putusan majelis hakim bisa mengarah pada mengganggu hak ratusan juta penduduk Indonesia.

Menurut Ketua Senat Universitas Krisnadwipayana (Unkris) yang juga Guru Besar Hukum Administrasi Negara (HAN) Unkris, Prof Gayus Lumbuun, gugatan Partai Prima yang ditujukan kepada KPU melalui PN Jakpus dan bukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) itu sudah tepat. Ini karena pengadilan negeri itu court of justice, pengadilan yang mengadili keadilan sedang PTUN itu court of law, hanya mengadili produk undang-undang (UU) yang cocok untuk diputuskan.

“Ada pihak yang menilai bahwa gugatan Partai Prima salah alamat, mestinya ke PTUN dan bukan ke pengadilan negeri. Saya berpandangan gugatan Partai Prima melalui PN Jakpus sudah tepat,” kata Prof Gayus dalam siaran persnya yang diterima Kamis (16/3/2023).

Karena itu, lanjut Prof Gayus, putusan PN Jakpus itu sah, tidak ada yang salah soal. Putusan tersebut menyangkut rasa keadilan yang tidak diperoleh oleh Partai Prima sehingga majelis hakim memutuskan ada biaya pergantian yang harus dibayarkan oleh negara sebesar Rp 500 juta. “Dalam putusan ini artinya sifat perkaranya inter parties (dua belah pihak), di mana Partai Prima merasa dirugikan oleh pihak lain yakni, KPU,” jelas Prof Gayus.