REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jelang Ramadhan berbagai negara dengan mayoritas muslim akan disibukkan oleh pemantauan hilal di berbagai tempat.
Mengutip buku Hisab dan Rukyat tulisan Riza Arfian Mustaqim praktik rukyatul hilal di Indonesia dimulai sejak awal Islam masuk ke nusantara pada abad pertama Hijriah. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya kewajiban umat Islam untuk melihat hilal sebelum melaksanakan ibadah puasa Ramadan dan hari raya Idul Fitri.
Fenomena yang berkembang adalah pada tiap-tiap tanggal 29 Syakban dan 29 Ramadan umat Islam berbondong-bondong menuju bukit atau pantai untuk memastikan keberadaan hilal pada ufuk barat setelah terbenamnya matahari. Ketika terlihat pada saat pengamatan maka malam tersebut merupakan tanggal pertama bulan setelahnya, akan tetapi ketika hilal tidak terlihat maka malam tersebut digenapkan menjadi malam ketiga puluh bulan yang sedang berlangsung, sedangkan tanggal satu bulan berikutnya jatuh pada malam berikutnya.
Metode implementasi rukyat mengalami revolusi dari waktu ke waktu. Ini sejalan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang pada saat itu. Sehingga merukyat hilal berangkat dari penggunaan mata telanjang sampai dengan penggunaan teknologi-teknologi otomatis.