REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Prof Abdul Mu'ti menyampaikan pandangan ihwal pembubaran ibadah jemaat Gereja Kristen Kemah Daud (GKKD) di Lampung, yang dilakukan oleh ketua RT setempat. Hingga kemudian ketua RT ini ditahan oleh Polda Lampung.
Mu'ti menilai, akan lebih baik jika pihak aparatur keamanan dan pemerintah daerah setempat memfasilitasi dialog dan menyelesaikan masalah secara kekeluargaan.
"Penyelesaian masalah melalui proses hukum mungkin bisa menyelesaikan masalah dari aspek hukum, tetapi dalam jangka panjang bisa menimbulkan masalah yang berikutnya," kata dia kepada Republika.co.id, Kamis (16/3/2023).
Mu'ti juga menekankan, aparatur pemerintah, khususnya aparatur keamanan, harus bertindak adil. Jika gereja tersebut belum mendapatkan izin dari pemerintah daerah, maka menurutnya, maka pemerintah daerah dan aparatur keamanan harus tegas supaya gereja tersebut memenuhi perizinan.
"Harus ada ketegasan aparatur keamanan dan pemerintah agar pihak gereja memenuhi perizinan," kata dia.
Persetujuan warga, lanjut Mu'ti, merupakan sebagian dari persyaratan mendirikan tempat ibadah. Namun, tindakan main hakim sendiri yang dilakukan oleh ketua RT dan sejumlah warga adalah perbuatan melanggar hukum.
"Jika masyarakat memiliki bukti bahwa tempat ibadah itu belum memiliki izin, maka seharusnya masyarakat melaporkan kepada pihak yang berwenang," tuturnya.
Sebelumnya diberitakan, Wawan (42) selaku Ketua RT setempat mendatangi gereja dan membubarkan ibadah jemaat Gereja Kristen Kemah Daud (GKKD) di Lampung pada Ahad (19/2/2023) lalu. Atas tindakannya, dia ditetapkan sebagai tersangka, kemudian ditahan pada Rabu (15/3/2023) malam.
"Upaya penyelidikan dan penyidikan kami telah melakukan pemeriksaan saksi-saksi sebanyak 15 orang," kata Kabid Humas Kombes Polisi Zahwani Pandra Arsyad di Polda Lampung, Kamis (16/0/23).
Pandra mengatakan, penyidik telah melakukan pemeriksaan terhadap 15 saksi, ahli agama, maupun ahli Hukum Pidana. Dia mengatakan, pemeriksaan terhadap tersangka Wawan dengan persangkaan dugaan perbuatan pidana Pasal 156a huruf a KUHP dan atau Pasal 175 KUHP dan atau Pasal 167 KUHP telah selesai dilaksanakan.
Dalam perkara tersebut telah dilakukan penyitaan barang bukti berupa rekaman CCTV, video, surat kesepakatan, surat izin, dan surat tanda lapor. "Rencana tindak lanjut melengkapi berkas perkara dan kirim tahap I JPU Kejati Lampung dan limpah berkas dan tersangka untuk tahap 2 JPU," kata Pandra.