Jumat 17 Mar 2023 19:20 WIB

Untuk Menghargai Masyarakat Melayu, Kongres Bahasa Indonesia (KBI) II 1954 Diadakan di Medan

Kongres Bahasa Indonesia (KBI) II pada tahun 1954 diadakan di Medan untuk menghargai masyarakat Melayu.

Rep: oohya! I demi Indonesia/ Red: Partner
.
Foto: network /oohya! I demi Indonesia
.

Muhammad Yamin menjelaskan alasan pemilihan Medan sebagai tempat Kongres Bahasa Indonesia (KBI) II untuk memberi penghargaan kepada masyarakat Sumatra Utara yang memelihara bahasa Indonesia secara baik. Bahasa Melayu yang dipakai masyarakat Sumatra Utara dan daerah Sumatra lainnya tidak terpilih sebagai bahasa persatuan.
Muhammad Yamin menjelaskan alasan pemilihan Medan sebagai tempat Kongres Bahasa Indonesia (KBI) II untuk memberi penghargaan kepada masyarakat Sumatra Utara yang memelihara bahasa Indonesia secara baik. Bahasa Melayu yang dipakai masyarakat Sumatra Utara dan daerah Sumatra lainnya tidak terpilih sebagai bahasa persatuan.

Kongres Bahasa Indonesia (KBI) XII akan diadakan pada 26-29 Oktober 2023. Jika KBI I pada 1938 diadakan di Solo karena banyak bangsawan Solo dan Yogyakarta yang menyokong biaya kongres, lalu apa alasan KBI II pada 1954 diadakan di Medan? Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan Muhammad Yamin memiliki jawabannya.

Oohya! Baca juga: Dibuka Pendaftaran Pemakalah dan Peserta untuk Kongres Bahasa Indonesia (KBI) XII.

Saat berpidato di pembukaan KBI II, Yamin mengatakan Medan dipilih sebagai bentuk penghargaan kepada masyarakat Sumatra Utara. Bahasa Melayu hidup dengan baik di Sumatra Utara. Benedict Anderson pada 1990 mencatat, ternyata hanya di Medan dan Jakartalah bahasa Indonesia mendapat tempat. Di kota-kota lain, seperti Padang, Palembang, Bandung, Solo, Semarang, Surabaya, Makassar, bahasa yang dominan digunakan masih bahasa daerah.

Pada 1926, saat menyusun ikrar pemuda di Kongres Pemuda Indonesia Pertama, Yamin menetapkan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan Indonesia yang perlu dijunjung. Tapi, ditentang oleh M Tabrani yang memilih bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Yamin marah dan menuding Tabrani sebagai tukang melamun. Perjuangan Yamin mendukung bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan kandas, karena pada 1928 ikrar pemuda yang ia sodorkan di Kongres Pemuda Indonesia Kedua menyebut bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.