REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Sekitar 60,8 persen wilayah di Provinsi Jawa Timur (Jatim) akan memasuki musim kemarau mulai April 2023. Hal ini berarti terdapat beberapa daerah yang musim kemaraunya lebih awal dari normalnya.
Kepala Stasiun Klimatologi Klas II Jawa Timur Anung Suprayitno menjelaskan, daerah-daerah yang paling awal akan memasuki musim kemarau antara lain sebagian wilayah Kabupaten Tuban, Lamongan, Sampang, Pamekasan dan Sumenep.
"Kemudian juga di sebagian wilayah Kabupaten Probolinggo, Situbondo dan Banyuwangi," kata Anung dalam konferensi pers secara daring, Jumat (17/3/2023).
Anung menambahkan, sebanyak 35,1 persen daerah di Jatim akan memasuki musim kemarau pada Mei 2023. Adapun selebihnya baru memasuki musim tersebut mulai Juli mendatang. Dengan kata lain, daerah-daerah seperti sebagian Kabupaten Malang dan Lumajang bagian barat daya akan menjadi area paling akhir memasuki musim kemarau.
Adapun terkait sifat musim hujan pada periode musim kemarau, Anung memperkirakan, 45 zona musim atau separuh wilayah Jatim berada dalam kondisi bawah normal. Artinya, musim kemarau di Jatim pada 2023 berpeluang lebih panjang karena datangnya lebih awal. Kemudian sifat hujan lebih kering masih akan menjumpai banyak hujan di sepanjang tahun.
Selanjutnya, Anung juga memperkirakan 82,4 persen wilayah di Jatim akan memasuki puncak kemarau pada Agustus 2023. Namun, ada pula yang puncak kemaraunya sudah dimulai sejak Juli seperti Bojonegoro, Banyuwangi dan lain-lain. Kemudian ada juga daerah-daerah yang justru puncak kemaraunya pada September seperti Kediri, Tulungagung, Blitar dan sebagainya.
Berdasarkan data tersebut, Anung menyampaikan sejumlah rekomendasi yang dapat dilakukan pemerintah dan masyarakat setempat. Pertama, seluruh komponen perlu mewaspadai cuaca ekstrem pada masa peralihan musim kemarau. Kondisi tersebut dapat menimbulkan dampak yang merugikan masyarakat.
Rekomendasi berikutnya, seluruh komponen diimbau melaksanakan panen air hujan dan mengisi waduk/danau/embung di periode peralihan musim. Sebab, langkah tersebut mampu mengatasi dampak musim kemarau.
"Seperti kekeringan, kebakaran dan kekurangan air bersih," jelasnya.
BMKG juga mengimbau pemerintah, instansi terkait dan masyarakat untuk lebih siap dan antisipatif terhadap dampak musim kemarau. Hal ini karena pergeseran awal musim dapat mempengaruhi masa tanam. Kemudian sifat hujan selama musim kemarau yang di bawah normal dapat menyebabkan gagal panen.