Sabtu 18 Mar 2023 08:26 WIB

20 Tahun Invasi Irak, Otorisasi Aksi Militer AS Bakal Dicabut

Senat AS mendukung undang-undang yang bakal mencabut otorisasi militer AS di Irak.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nidia Zuraya
20 tahun invasi Amerika Serikat (AS) di Irak, otorisasi militer AS abakal dcabut. ilustrasi
Foto: EPA
20 tahun invasi Amerika Serikat (AS) di Irak, otorisasi militer AS abakal dcabut. ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – Senat Amerika Serikat (AS) telah bergerak untuk mencabut dua otorisasi yang mengizinkan militer AS melancarkan serangan ke Irak pada Maret 2003 serta terlibat dalam Perang Teluk 1991. Langkah itu dilakukan menjelang peringatan 20 tahun invasi AS ke Irak.

Dalam pemungutan suara Kamis (16/3/2023), sebanyak 68 dari 100 anggota Senat AS mendukung undang-undang yang bakal mencabut otorisasi militer AS untuk melakukan aksi militer di Irak. Sementara 27 anggota menentang. Para anggota yang mendukung menilai, otorisasi perang tidak lagi dibutuhkan dan dapat disalahgunakan jika dibiarkan dalam pembukuan.

Baca Juga

Upaya bipartisan terkait pencabutan otorisasi itu muncul ketika anggota parlemen dari partai Demokrat maupun Republik berusaha merebut kembali kekuasaan Kongres atas keputusan serangan dan penyebaran militer AS. Sementara itu pemerintahan Presiden AS Joe Biden telah menyampaikan dukungan atas langkah yang sedang ditempuh Senat.

“Pencabutan otorisasi ini tidak akan berdampak pada operasi militer AS saat ini dan akan mendukung komitmen pemerintahan ini untuk menjalin hubungan yang kuat dan komprehensif dengan mitra Irak kami,” kata Gedung Putih dalam sebuah pernyataan, Kamis lalu, dikutip laman Global News.

Senator Demokrat Tim Kaine dan senator Republik Todd Young mengatakan, mereka yakin 68 suara dukungan mengirimkan pesan kuat kepada rakyat Amerika yang percaya bahwa suara mereka harus didengar dalam masalah perang dan perdamaian. Kaine dan Young telah memimpin dorongan untuk pencabutan otorisasi dan telah bekerja selama beberapa tahun dalam masalah ini.

“Sudah waktunya bagi Kongres untuk mendengar suaranya tentang masalah ini, dan saya yakin ini akan menjadi preseden yang sangat penting untuk bergerak maju,” kata Young.

Belum jelas apakah para pemimpin House of Representatives AS yang dikendalikan Partai Republik akan mengajukan rancangan undang-undang (RUU) terkait pencabutan otorisasi militer AS di Irak dalam pemungutan suara, meski jika RUU itu lolos di Senat. Sebanyak 49 anggota House of Representatives AS dari Partai Republik mendukung RUU itu ketika badan tersebut menggelar voting dua tahun lalu. Kala itu, House masih dikontrol Demokrat.

Namun ketua House of Representatives AS saat ini, yakni Kevin McCarthy, menentang RUU pencabutan otorisasi militer AS tersebut. Terkait otorisasi aksi militer AS di Irak, pada 3 Januari 2020, AS pernah melancarkan operasi pembunuhan mantan komandan pasukan Quds Mayor Jenderal Qassem Soleimani.

Dia dibunuh saat berada dalam konvoi Popular Mobilization Forces (PMF), pasukan paramiliter Irak yang memiliki kedekatan dengan Iran. Iring-iringan mobil mereka menjadi sasaran tembak pesawat nirawak AS. Donald Trump adalah tokoh yang memerintahkan langsung serangan tersebut.

Iran mengutuk keras pembunuhan Soleimani dan bersumpah akan membalas tindakan Washington. Tak lama setelah peristiwa pembunuhan itu, Iran meluncurkan serangan udara ke markas tentara AS di Irak. Aksi itu sempat menimbulkan kekhawatiran global tentang potensi pecahnya peperangan. Operasi pembunuhan Soleimani dapat dilakukan karena AS masih memiliki otorisasi yang disahkan pada 2003.

Pada Oktober 2002, Kongres AS menggelar pemungutan suara untuk memberi otoritas kepada pemerintahan mantan presiden George W Bush melancarkan invasi ke Irak. Kala itu banyak anggota Kongres AS memperdebatkan apakah serangan militer diperlukan.

Pemerintahan Bush telah menggalang dukungan di antara anggota Kongres dan warga Amerika untuk menginvasi Irak dengan mempromosikan klaim intelijen palsu tentang senjata pemusnah massal milik pemimpin Irak kala itu, Saddam Hussein.

Setelah invasi awal Maret 2003, pasukan darat AS dengan cepat menyadari bahwa tuduhan pemerintahan Bush soal program senjata nuklir atau kimia tidak berdasar. Namun penggulingan pasukan keamanan Irak oleh AS memicu pertarungan sektarian yang brutal dan kampanye kekerasan oleh kelompok-kelompok ekstremis Islam di Irak.

Pengeboman mobil, pembunuhan, penyiksaan dan penculikan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari di Irak selama bertahun-tahun. Hampir 5.000 tentara AS tewas dalam perang tersebut. Sementara kematian warga Irak diperkirakan mencapai seratus ribu jiwa.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement