Sabtu 18 Mar 2023 15:55 WIB

Pemerintah Inggris Larang TikTok karena Masalah Keamanan

Kekhawatiran masalah privasi saat penggunaan TikTok semakin meningkat.

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Natalia Endah Hapsari
 TikTok menghadapi larangan dari Pemerintah Inggris, karena kekhawatiran masalah privasi yang semakin meningkat. Platform populer ini juga menghadapi larangan total di AS./ilustrasi.
Foto: EPA-EFE/Bo Amstrup
TikTok menghadapi larangan dari Pemerintah Inggris, karena kekhawatiran masalah privasi yang semakin meningkat. Platform populer ini juga menghadapi larangan total di AS./ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Jaringan sosial dan platform video musik asal Cina, TikTok menghadapi larangan dari Pemerintah Inggris, karena kekhawatiran masalah privasi yang semakin meningkat. Platform populer ini juga menghadapi larangan total di AS.

Menteri Kantor Kabinet Oliver Dowden membuat pernyataan kepada anggota parlemen tentang masalah keamanan perangkat pemerintah. Dia mengkonfirmasi larangan aplikasi tersebut, yang menurut para kritikus mempromosikan pandangan pro-Beijing, mengumpulkan data pengguna, dan menyerahkannya kepada Pemerintah Cina.

Baca Juga

Meskipun ini merupakan pukulan besar bagi TikTok , Inggris agak terlambat dengan langkah itu. Komisi UE dan lebih dari setengah negara bagian di AS, serta Kongres telah memberlakukan larangan di tengah kekhawatiran potensi serangan dunia maya.

Perdana Menteri Rishi Sunak telah mengakui hal ini. “Inggris harus mengambil langkah apa pun yang diperlukan dan melihat apa yang dilakukan sekutu kita,” kata Sunak dilansir Express, Sabtu (18/3/2023),

TikTok membantah keras tuduhan yang dilontarkan tersebut. Mereka menyebut larangan Inggris salah arah dan berdasarkan kesalahpahaman. Pejabat intelijen juga menolak klaim bahwa aplikasi tersebut menimbulkan kekhawatiran keamanan alih-alih berargumen bahwa itu murni untuk tujuan hiburan.

Pada Oktober lalu, bos badan intelijen Britania Raya, Government Communications Headquarters (GCHQ), Jermey Flemming mengatakan akan mendorong kaum muda untuk menggunakan TikTok. Namun, dia mendesak mereka untuk "memikirkan" bagaimana data pribadi akan digunakan.

Perusahaan Cina mengatakan “kecewa" jika aplikasi itu dilarang di telepon resmi. Seorang juru bicara TikTok menanggapi larangan telepon pejabat di tempat lain. "Keputusan serupa didasarkan pada ketakutan yang salah tempat dan tampaknya didorong oleh geopolitik yang lebih luas, tetapi kami tetap berkomitmen untuk bekerja sama dengan pemerintah untuk mengatasi masalah apa pun,” ujar juru bicara itu.

TikTok dimiliki oleh ByteDance Ltd yang berbasis di Beijing. TikTok diluncurkan pada 2012 oleh Zhang Yiming, Liang Rubo, dan beberapa lainnya. AS melarang aplikasi itu di telepon resmi jauh lebih cepat daripada Inggris, setelah Kongres meloloskan "No TikTok on Government Devices Act" pada Desember.

Hingga 24 negara bagian AS, termasuk Mississippi, Indiana, Louisiana, Wisconsin, North Carolina, dan South Dakota, melarang aplikasi tersebut dari perangkat Pemerintah AS. Namun, kini, menurut sebuat laporan, AS sedang mempertimbangkan larangan total kecuali ByteDance menyerahkan sahamnya di platform berbagi video.

Namun, perusahaan menolak laporan tersebut. Mereka berpendapat bahwa disinvestasi tidak akan meningkatkan keamanan nasional. Juru bicara TikTok, Maureen Shanahan mengatakan jika melindungi keamanan nasional adalah tujuannya, divestasi tidak menyelesaikan masalah.

"Cara terbaik untuk mengatasi kekhawatiran tentang keamanan nasional adalah perlindungan data dan sistem pengguna AS yang transparan dan berbasis di AS, dengan pemantauan, pemeriksaan, dan verifikasi pihak ketiga yang kuat, yang sudah kami terapkan,” kata Shanahan.

Pakar keamanan dunia maya dan CTO di Venari Security, Simon Mullis mengatakan berita bahwa Pemerintah Inggris telah melarang TikTok pada perangkat staf adalah perkembangan yang menarik untuk ruang keamanan dunia maya, dan mengikuti larangan Komisi Uni Eropa dan pemerintah AS terhadap aplikasi tersebut. Meskipun perusahaan milik Cina menyatakan bahwa operasinya tidak berbeda dari media sosial lainnya, keamanan pemerintah berada di bawah pengawasan di era di mana prevalensi dan kecanggihan serangan semakin meningkat.

“Risiko pelanggaran tidak boleh disepelekan. Ini sangat relevan dalam kasus pekerja sektor publik yang bertanggung jawab atas urusan pemerintah yang sensitif dan keamanan nasional,” ujar Mullis.

Di era sensitivitas geo-politik yang meningkat ini, Mullis mengatakan para aktor negara-bangsa akan mencari setiap peluang yang memungkinkan untuk menembus batas keamanan siber dan mendapatkan akses ke data sensitif. Karena itu, para menteri dan pegawai negeri perlu mengikuti peraturan yang diperlukan seminimal mungkin untuk membantu menjaga tingkat keamanan yang sesuai. Tindakan tegas harus diambil ketika hal ini belum diikuti pegawai pemerintah. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement