REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saat ini lembaga tertinggi di Tanah Air, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menyatakan taat pada konstitusi bahwa Pemilihan Umum (Pemilu) digelar setiap lima tahun sekali. Namun, tentu ada pertimbangan lain dari partai politik dan MPR jika penundaan Pemilu 2024 terealisasi.
Demikian dikatakan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo atau Bamsoet. "Bagaimana kalau rakyat tidak setuju (penundaan pemilu), tentu partai politik memiliki pertimbangan lain. Tentu DPD ada pertimbangan lain, dan kami sebagai pimpinan MPR punya pertimbangan lain," ujar Bamsoet kepada wartawan, Jumat (18/3) malam.
Sebab, menurutnya, akan beda ceritanya jika terjadi kejadian luar biasa di Indonesia. Beberapa di antaranya seperti bencana atau perang yang membuat Pemilu 2024 terpaksa ditunda
"Kita tidak ingin menunda pemilu, kecuali ada hal-hal yang luar biasa, bencana skala besar, atau hal-hal lainnya yang seperti diatur dalam konstitusi kita, maupun peraturan perundang-undangan yang ada," ujar Bamsoet.
Dia tak dapat membantah, ada aspirasi yang beredar di publik terkait penundaan Pemilu 2024. Tegasnya, MPR taat pada Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang memerintahkan pemilu digelar pada 2024.
Lanjut atau ditundanya Pemilu 2024, kata Bamsoet, tergantung kepada partai-partai politik. Di mana kemudian dilanjutkan oleh wakil-wakilnya yang ada di DPR dan MPR, ditambah dengan DPD.
"Palu ini akan bisa diketuk, setuju atau tidak setujunya kalau seluruh stakeholder yang ada di parlemen, pimpinan partai politik, maupun DPD sepakat," ujar Bamsoet.
Putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat juga tidak boleh menghentikan tahapan Pemilu 2024. Tegasnya, pesta demokrasi lima tahunan itu harus berjalan tepat waktu.
"Jadi kalau ada yang tanya, pasti saya akan jawab pemilu harus tepat waktu. Itu patokan kita dan konstitusi kita mengatur itu hari ini," ujar Wakil Ketua Umum Partai Golkar itu.
Sebelumnya, pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra menjawab pertanyaan terkait hubungan antara gugatan terhadap sistem proporsional dengan penundaan Pemilu 2024. Menurutnya, penundaan Pemilu 2024 tak dapat terjadi lewat putusan MK, misal lembaga tersebut menetapkan sistem proporsional tertutup.
"Saya menganggap bahwa lembaga yang berwenang untuk menunda pemilu hanya MPR, bukan MA (Mahkamah Agung). MK pun tidak (dapat menunda Pemilu 2024), karena MK mengadili sengketa pemilu, bukan memutuskan pemilu ditunda atau tidak," ujar Yusril di Kantor DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Jakarta, Senin (13/3).
Ditanya lebih lanjut, jika MK memutuskan sistem proporsional tertutup, akan berdampak langsung kepada persiapan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam melaksanakan tahapan Pemilu 2024. Apakah hal tersebut dapat menjadi landasan penundaan Pemilu 2024?
"Belum bisa membayangkan kalau sampai pemilu ditunda, bukan kewenangan KPU, KPU itu melaksanakan pemilu dan itu ada perintah konstitusi bahwa pemilu dilaksanakan lima tahun sekali. Itu perintah dari UUD '45 yang sebenarnya tidak bisa ditunda oleh KPU," ujar Yusril.