Sabtu 18 Mar 2023 16:26 WIB

AS Dukung Surat Perintah Penangkapan ICC untuk Vladimir Putin

ICC juga menerbitkan surat penangkapan untuk Komisaris Hak Anak di Kepresidenan Rusia

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nidia Zuraya
Pemandangan tampak luar Pengadilan Kriminal Internasional di Den Haag, Belanda, Rabu, 31 Maret 2021. Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengatakan, Presiden Rusia Vladimir Putin telah melakukan kejahatan perang.
Foto: AP/Peter Dejong
Pemandangan tampak luar Pengadilan Kriminal Internasional di Den Haag, Belanda, Rabu, 31 Maret 2021. Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengatakan, Presiden Rusia Vladimir Putin telah melakukan kejahatan perang.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengatakan, Presiden Rusia Vladimir Putin telah melakukan kejahatan perang. Menurut Biden, keputusan Mahkamah Pidana Internasional (ICC) menerbitkan surat perintah penangkapan terhadap Putin dibenarkan.

“Ya, saya pikir itu dibenarkan (surat perintah penangkapan Putin oleh ICC). Tapi pertanyaannya adalah, itu juga tidak diakui secara internasional oleh kita. Namun saya pikir itu poin yang sangat kuat,” kata Biden kepada awak media, Jumat (17/3/2023).

Baca Juga

Secara terpisah, Departemen Luar Negeri (Deplu) AS mengungkapkan, pasukan Rusia memang telah melakukan kejahatan perang di Ukraina. Washington mendukung pertanggungjawaban para pelaku kejahatan tersebut.

"Tidak ada keraguan bahwa Rusia melakukan kejahatan perang dan kekejaman (di) Ukraina, dan kami telah menjelaskan bahwa mereka yang bertanggung jawab harus dimintai pertanggungjawaban. Ini adalah keputusan yang dibuat oleh jaksa ICC secara independen berdasarkan fakta yang ada di hadapannya,” ujar seorang juru bicara Deplu AS.

Pada Jumat lalu, ICC mengumumkan bahwa mereka telah menerbitkan surat perintah penangkapan untuk Vladimir Putin. Dia dituduh melakukan kejahatan perang karena diduga terlibat dalam penculikan anak-anak di Ukraina.

“(Putin) diduga bertanggung jawab atas kejahatan perang berupa deportasi penduduk (anak-anak) yang tidak sah dan pemindahan penduduk (anak-anak) yang tidak sah dari wilayah pendudukan Ukraina ke Federasi Rusia,” kata ICC dalam sebuah pernyataan.

ICC juga menerbitkan surat penangkapan untuk Komisaris Hak Anak di Kantor Kepresidenan Rusia Alekseyevna Lvova-Belova. Dia dituduh melakukan kejahatan serupa seperti Putin.

ICC mengatakan bahwa majelis pra-sidangnya menemukan ada alasan logis untuk percaya bahwa setiap tersangka memikul tanggung jawab atas kejahatan perang berupa deportasi penduduk dan pemindahan penduduk yang tidak sah dari wilayah pendudukan Ukraina ke Federasi Rusia, dengan prasangka anak-anak Ukraina.

Bulan lalu Para peneliti dari Yale School of Public Health’s Humanitarian Research Lab telah menerbitkan laporan yang menyebut bahwa Rusia telah menempatkan setidaknya 6.000 anak-anak Ukraina di sejumlah kamp. Di tempat tersebut, anak-anak itu dicekoki propaganda oleh Moskow. Menurut Yale University, beberapa anak bahkan menjalani pelatihan militer.

“Tujuan kamp tampaknya adalah pendidikan ulang politik,” ungkap Nathaniel Raymond, salah satu peneliti Yale University yang terlibat dalam pembuatan laporan tersebut, dilaporkan Bloomberg, 15 Februari lalu.

Penelitian Yale University itu didukung biro operasi stabilisasi konflik Deplu AS. Menurut para peneliti Yale University, jumlah anak-anak Ukraina yang ditempatkan di kamp berjumlah 6.000 orang atau bahkan bisa lebih dari angka itu.

Laporan Yale University menyebut, dalam banyak kasus, anak-anak dikirim ke kamp-kamp dari wilayah pendudukan Ukraina, termasuk Kharkiv, Kherson, Zaporizhzhia, Donetsk, dan Luhansk. Para peneliti menyebutkan, di dua kamp bergaya militer di Chechnya dan Krimea, anak-anak diajari cara menangani peralatan militer, mengemudikan truk, dan mempelajari senjata api.

Menurut laporan tersebut, beberapa anak yatim piatu Ukraina akhirnya diadopsi atau ditempatkan dengan keluarga asuh Rusia. Namun laporan itu mengatakan, tidak semua anak-anak Ukraina itu secara teknis adalah anak yatim. Beberapa di antaranya hanya berasal dari keluarga yang dalam keadaan sulit.

Para peneliti mengatakan banyak orang tua memberikan persetujuan di bawah paksaan agar anak-anak mereka dibawa pergi. Beberapa di antaranya ingin mengeluarkan orang yang mereka cintai dari zona perang atau ingin mereka diberi makan dengan layak.

Beberapa anak dikembalikan ke orang tua mereka. Namun yang lain tidak dapat berkomunikasi dengan orang tua mereka atau dicegat untuk pulang.

Para peneliti dari Yale School of Public Health’s Humanitarian Research Lab mengungkapkan, kampanye yang dijalankan Rusia tersebut melanggar Konvensi Jenewa dan dapat dianggap sebagai kejahatan perang serta kejahatan terhadap kemanusiaan.

Sementara itu, Pemerintah Rusia mengatakan, mereka menerima dan menampung anak-anak dan keluarga mereka yang kabur dari pertempuran di Ukraina. Moskow berkomitmen menjaga anak-anak agar tetap bisa bersama keluarganya.

“Rusia menerima anak-anak yang terpaksa melarikan diri bersama keluarga mereka dari penembakan. Kami melakukan yang terbaik untuk menjaga orang di bawah umur dalam keluarga,” kata Kedutaan Besar Rusia untuk AS dalam sebuah pernyataan, 15 Februari lalu.

Menurut mereka, anak-anak Ukraina yang tak memiliki orang tua dan kerabat karena meninggal atau alasan lain, akan diberikan perwalian. 

sumber : Reuters/AP
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement