Sabtu 18 Mar 2023 21:11 WIB

Co-Elevation Dorong Kolaborasi Antar Pemangku Kepentingan Daerah

Kerangka kerja co-elevation gunakan pendekatan DPSIR

Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Rangkaian kegiatan Co-Elevation Rapat Kerja Teknis Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan 2023 ditutup secara resmi hari ini oleh Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Alue Dohong, Ph.D, Jumat (17/3/2023).
Foto: ANTARA/Aprillio Akbar
Rangkaian kegiatan Co-Elevation Rapat Kerja Teknis Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan 2023 ditutup secara resmi hari ini oleh Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Alue Dohong, Ph.D, Jumat (17/3/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rangkaian kegiatan Co-Elevation Rapat Kerja Teknis Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan 2023 ditutup secara resmi hari ini oleh Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Alue Dohong, Ph.D, Jumat (17/3/2023). 

Selama kegiatan Rakernis peserta memperoleh informasi mengenai capaian indeks kualitas lingkungan daerah  melalui  strategi dalam pengelolaan lingkungan yang menjadi program unggulan di daerah. Dalam meningkatkan kualitas lingkungan tidak dapat dilakukan oleh pemerintah sendiri tetapi melibatkan peran serta masyarakat melalui komunitas dan pelaku usaha dengan upaya pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan dan kelestarian lingkungan.

Rakernis yang mengangkat tema Co-Elevation mendorong penguatan peran pemangku kepentingan dalam pengelolaan lingkungan dari tingkat pusat dan daerah, sehingga diperoleh sinergitas program dan rencana kegiatan. Kerangka kerja co-elevation terkait pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan menggunakan pendekatan DPSIR (Driver, Pressure, State, Impact, Response).

Driver merujuk pada faktor-faktor yang mendorong manusia dapat berinteraksi dengan lingkungan, seperti pertumbuhan populasi, kegiatan ekonomi, dan perubahan sosial budaya. Driver sering kali merupakan sumber dari Pressure yang ditimbulkan, yang dapat berupa polusi, penggunaan sumber daya alam secara berlebihan, atau perubahan iklim. 

State merujuk pada keadaan alami lingkungan, seperti kualitas udara, air, dan tanah. Pressure yang dihasilkan dapat memengaruhi state ini dan memicu terjadinya Impact atau dampak terhadap lingkungan dan kesehatan manusia, seperti pencemaran dan kerusakan lingkungan, perubahan iklim, atau penyakit akibat polusi. 

Wakil Menteri LHK menegaskan, indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH)  telah digunakan untuk mengukur state. Indeks Respon Kinerja Daerah (IRKD) untuk mengukur kinerja dalam pengelolaan lingkungan provinsi dan kabupaten/ kota dalam memitigasi pressure dan impact. 

"Saya berharap agar kerangka kerja ini digunakan oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan, SKPD terkait serta para pemangku kepentingan berkolaborasi dalam mengatasi masalah-masalah pencemaran dan kerusakan lingkungan," ujarnya dalam keterangan tulis, Jumat (17/3/2023).

IKLH sudah menjadi dasar perhitungan besarnya alokasi dana bagi hasil oleh Kementerian Keuangan, Evaluasi Kinerja Urusan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah oleh Kementerian Dalam Negeri, Penghitungan Indeks Demokrasi Indonesia oleh Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, yang tentu saja akan mempengaruhi reputasi Gubernur, Bupati/Walikota dan juga Ketua DPRD.

Bappenas telah mengindikasikan visi RPJP 2025-2045 adalah negara maritim yang berdaulat, maju dan berkelanjutan dengan salah satu strategi transformasi yaitu ekonomi hijau. Menurut Bappenas, ekonomi hijau ini dapat dilakukan dengan pembangunan rendah karbon dan pembangunan berketahanan iklim dengan aksi strategis berupa pengelolaan limbah dan polusi, pengurangan resiko bencana slow on set, dan pengelolaan keanekaragaman hayati. 

Dari para akademisi, dapat diperoleh insight bahwa pengelolaan lingkungan ke depan memerlukan adanya elaborasi kebijakan makro yaitu RPJPN dan RPJMN yang sinergi dengan RPJMP daerah dan RPJMD. Oleh sebab itu, Pemerintah Daerah harus menyelaraskan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan RPJMD sebagaimana diamanatkan dalam UU Nomor 32 Tahun 2009.

Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
اِنَّمَا مَثَلُ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا كَمَاۤءٍ اَنْزَلْنٰهُ مِنَ السَّمَاۤءِ فَاخْتَلَطَ بِهٖ نَبَاتُ الْاَرْضِ مِمَّا يَأْكُلُ النَّاسُ وَالْاَنْعَامُ ۗحَتّٰٓى اِذَآ اَخَذَتِ الْاَرْضُ زُخْرُفَهَا وَازَّيَّنَتْ وَظَنَّ اَهْلُهَآ اَنَّهُمْ قٰدِرُوْنَ عَلَيْهَآ اَتٰىهَآ اَمْرُنَا لَيْلًا اَوْ نَهَارًا فَجَعَلْنٰهَا حَصِيْدًا كَاَنْ لَّمْ تَغْنَ بِالْاَمْسِۗ كَذٰلِكَ نُفَصِّلُ الْاٰيٰتِ لِقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ
Sesungguhnya perumpamaan kehidupan duniawi itu, hanya seperti air (hujan) yang Kami turunkan dari langit, lalu tumbuhlah tanaman-tanaman bumi dengan subur (karena air itu), di antaranya ada yang dimakan manusia dan hewan ternak. Hingga apabila bumi itu telah sempurna keindahannya, dan berhias, dan pemiliknya mengira bahwa mereka pasti menguasainya (memetik hasilnya), datanglah kepadanya azab Kami pada waktu malam atau siang, lalu Kami jadikan (tanaman)nya seperti tanaman yang sudah disabit, seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin. Demikianlah Kami menjelaskan tanda-tanda (kekuasaan Kami) kepada orang yang berpikir.

(QS. Yunus ayat 24)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement