REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jawa Tengah menyebut keberadaan thrifting atau penjualan baju bekas impor meresahkan pelaku industri tekstil di dalam negeri. Ketua API Jawa Tengah Dewanto Kusuma Wibowo mengatakan keresahan terkait thrifting ini sudah cukup lama.
"Memang thrifting cukup mengganggu teman-teman yang ada di industri tekstil terutama di kalangan UMKM," katanya. Menurutnya, UMKM paling terdampak karena yang langsung bersinggungan dengan penjualan baju bekas.
Oleh karena itu, pihaknya menyambut baik ketegasan pemerintah dalam menyikapi keberadaan penjualan baju bekas ini.
"Kami menyambut baik ketegasan Presiden kemudian beberapa menteri yang sudah menanggapinya, termasuk dari pihak kepolisian yang akan bekerja sama dengan Bea Cukai untuk memberantas itu," katanya.
Baca juga : Pedagang Baju Bekas Impor (Thrifting) di Pasar Cimol Gedebage: Sepi Pisan, Pembeli tak Ada
Dengan ketegasan dari pemerintah, setidaknya pelaku industri tekstil bisa bernapas lega.
"Ada harapan ke depan yang bisa digarap. Secara market saat ini yang masih bisa digarap secara optimal adalah market lokal, sebab market ekspor masih cukup sulit. Sehingga jika pasar lokal dipenuhi dengan barang-barang impor tentu berdampak," katanya.
Ia mengatakan, menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) impor baju bekas meroket 607,6 persen per 2022. Sedangkan peningkatan impor bahan rayon melonjak sebesar 325 kali lipat.
Terkait hal itu, Pemerintah Kota Solo juga menyambut baik ketegasan dari pemerintah pusat terkait keberadaan usaha yang saat ini sedang digandrungi oleh anak muda tersebut.
"Nanti kami tindak lanjuti, soalnya kasihan industri lokal," kata Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka.
Baca juga : Pemkot Bandung Awasi Peredaran Baju Bekas Impor yang Kini Dilarang