REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Bank Indonesia menilai potensi dampak negatif terhadap pasar keuangan Indonesia imbas kebangkrutan Silicon Valley Bank (SVB) tidak begitu besar bagi Indonesia. Ketahanan perbankan nasional pun dinilai cukup kuat.
Meski demikian, Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi Moneter (DKEM) Bank Indonesia Firman Mochtar menuturkan, efek yang harus diantisipasi yakni berupa dampak tak langsung yang ditimbulkan dari persepsi para pelaku pasar. "Ketahanan perbankan masih oke, sekarang dampaknya itu bagaimana mengenai kegamangan para pelaku pasar keuangan di global," kata Firman dalam pelatihan wartawan BI di Yogyakarta, akhir pekan ini.
Ia menjelaskan, kasus SVB di Amerika Serikat diakui menimbulkan kegamangan dari pelaku pasar untuk menentukan di mana akan menempatkan dananya. Pada akhirnya, yang perlu diwaspadai pengaruh terhadap penempatan dana di negara berkembang, termasuk Indonesia.
Bila terjadi aliran penarikan dana di Indonesia dalam jumlah besar besar, mata uang Indonesia pun bisa ikut tertekan. "Ini bisa berpengaruh juga terhadap nilai tukar rupiah," ujarnya menambahkan.
Terlepas dari potensi dampak tak langsung itu, Otoritas moneter tetap optimistis terhadap ketahanan Indonesia. Bank Indonesia juga telah berkoordinasi langsung baik dengan Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangam, serta Lembaga Penjamin Simpanan sebagai bagian dari anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan atau KSSK.
Seluruh lembaga terkait harus dapat membangun ekspektasi pasar yang kondusif di Indonesia agar pelaku pasar keuangan tetap percaya terhadap situasi perekonomian Indonesia. "Kita ingin bangun (ekspektasi positif), sebab kalau semuanya panik, sekuat apapun jadi bermasalah. Jadi bagaimana kita membangun ekspektasi. Kita juga lakukan stress test, kita tarik seberapa kuat kita," kata Firman.