REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mendesak kepala staf militer untuk menahan gelombang protes. Puluhan ribu orang turun ke jalan untuk melakukan protes setiap minggu selama dua bulan terakhir.
Netanyahu mengatakan tidak akan menerima tindakan "anarki". Dia mencantumkan tuntutan agar kepala keamanan mengendalikan penyumbatan jalan oleh pengunjuk rasa, hasutan terhadapnya dan menterinya, serta penolakan untuk melayani oleh banyak pasukan cadangan.
“Saya berharap dari kepala staf militer dan kepala cabang dinas keamanan untuk secara agresif memerangi penolakan untuk mengabdi. Tidak ada tempat bagi penolakan untuk melayani dalam wacana publik,” kata Netanyahu pada Ahad (19/3/2023).
“Sebuah negara yang ingin eksis tidak dapat mentoleransi fenomena seperti itu dan kami juga tidak akan mentolerirnya," ujar perdana menteri itu.
Kepala staf militer Letnan Jenderal Herzl Halevi dilaporkan telah memperingatkan Netanyahu bahwa protes pasukan cadangan berisiko merusak kemampuan militer. Dia telah berjanji untuk memastikan hal itu tidak terjadi dan menjaga militer di luar debat publik tentang perombakan tersebut.
Rencana Netanyahu untuk mengubah sistem hukum tidak luput dari perpecahan militer negara itu. Banyak pasukan cadangan telah berjanji untuk tidak kembali bertugas akibat perubahan rezim yang akan datang.
Lebih dari 700 perwira elite dari Angkatan Udara, pasukan khusus, dan Mossad mengatakan akan berhenti menjadi sukarelawan untuk bertugas sejak Ahad. Pembicaraan yang biasanya tabu tentang penolakan untuk bertugas di militer yang wajib bagi sebagian besar orang Yahudi dan sangat dihormati oleh mayoritas Yahudi menggarisbawahi seberapa dalam rencana perombakan itu telah memecah belah Israel.
Netanyahu telah menolak rencana kompromi yang diusulkan oleh Presiden Israel Isaac Herzog yang dimaksudkan untuk meredakan krisis. Dia mengatakan pada Ahad, perubahan hukum akan dilakukan secara bertanggung jawab sambil melindungi hak-hak dasar semua warga Israel.
Tapi, para kritikus mengatakan, tindakan itu akan merusak sistem check and balances Israel yang rumit dan menggeser negara itu ke arah otoritarianisme. Mereka juga mengatakan itu bisa memberi Netanyahu kesempatan untuk menghindari hukuman dalam persidangan korupsinya.