REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua UKK Respirologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Rina Triasih, mengatakan penyandang human immunodeficiency virus (HIV) wajib mengonsumsi obat pencegahan tuberculosis (TBC). Kedua penyakit tersebut saling berkaitan.
"TBC merupakan penyakit komorbid tersering pada pengidap HIV, juga yang paling sering menyebabkan kematian," kata Rina dalam konferensi pers daring, Senin (20/3/2023).
Dia menyebut, semua pasien HIV yang tidak terbukti terinfeksi TBC wajib mengonsumsi obat pencegahan. Rina menjelaskan, HIV menyerang sistem kekebalan tubuh seseorang; sementara untuk melawan TBC, perlu sistem kekebalan tubuh yang kuat.
"Jadi pasien HIV sangat, sangat lemah, dan rentan terinfeksi TBC, selain itu juga diabetes mellitus, mereka adalah sasaran prioritas untuk diberi terapi pencegahan," kata dia.
Menurut data organisasi kesehatan dunia WHO, TBC adalah penyebab utama kematian pada orang dengan HIV/AIDS dewasa sehingga diperlukan deteksi dini untuk menurunkan angka mortalitas. Di beberapa negara, kematian terjadi pada 50 persen pasien saat menjalani pengobatan TBC, biasanya dalam dua bulan setelah pasien didiagnosis tuberkulosis.
Orang dengan HIV 18 kali lebih berisiko mengalami penyakit TBC aktif dibandingkan orang tanpa HIV. HIV dan TBC menjadi kombinasi yang mematikan, di mana kedua penyakit saling mempercepat progres penyakit.
Pengidap HIV yang didiagnosis mengidap TBC, baik aktif atau laten, perlu mengonsumsi obat-obatan untuk HIV dan TB. Namun, obat HIV dan TBC tidak selalu bekerja sama dengan baik dan bisa meningkatkan risiko interaksi obat dan efek samping. Untuk itu, Anda ebaiknya berkonsultasi dengan dokter untuk membantu menentukan kombinasi obat terbaik dan cocok.