REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW – Presiden Cina Xi Jinping tiba di Rusia, Senin (20/3/2023) untuk bertemu sekutu dekatnya, Presiden Vladimir Putin.
Ini kunjungan pemimpin negara pertama setelah Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Putin. Ia dianggap melakukan kejahatan perang karena bertanggung jawab atas penculikan anak-anak Ukraina.
Saat Xi tiba, Putin tak menyambutnya di ujung karpet merah di bandara saat pesawat pemimpin Cina itu mendarat. Ini bukanlah penghinaan terhadap Xi.
Sebab, menurut protokol standar Rusia, pemimpin asing yang berkunjung akan disambut pejabat kabinet yang lebih rendah di bandara. Putin memerintahkan Wakil Perdana Menteri Dmitry Chernyshenko ke Bandara Vnukovo menyambut Xi.
Sementara itu, Putin berada di Moskow menjalankan tugas lainnya sebelum jamuan makan malam dengan Xi. Ketika tiba di bandara, Xi mendengarkan band militer Rusia memperdengarkan lagu kebangsaan Cina dan Rusia.
Xi kemudian berjalan melewati barisan penjaga kehormatan yang ditemani Chernyshenko. Di sisi lain, Putin memulai harinya dengan tampil di pertemuan para pejabat tinggi Kementerian Dalam Negeri. Dia juga berpidato di konferensi parlemen negara-negara Afrika.
Putin memang tak menyambut Xi di bandara, sesuai protokol yang berlaku tetapi sebelum Xi tiba, pujian telah dilayangkan Putin. Ini dilakukan melalui artikel yang diterbitkan surat kabar Cina, People's Daily.
Dalam artikel itu, Putin menggambarkan kunjungan Xi sebagai peristiwa penting. "Ini kesempatan besar bagi saya bertemu teman lama saya yang memiliki hubungan paling hangat dengan kami," ujar Putin.
Putin juga menulis secara perinci tentang pertemuan pertama mereka pada 2010. Putin dan Xi bertemu sekitar 40 kali dan mengutip kalimat dari filsuf Cina, Confucius yang mengatakan, "Bukankah menyenangkan memiliki teman yang datang dari jauh!"
Putin dan Xi mengadakan pembicaraan resmi pada Selasa (21/3/2023), yang juga akan dihadiri pejabat tinggi dari kedua negara. Mereka diharapkan dapat mengeluarkan pernyataan konklusif setelah negosiasi.
Menurut para pengamat, sanksi Barat membuat Rusia semakin bergantung pada Cina. “Hubungan ini semakin asimetris, Cina memiliki pengaruh jauh lebih besar,” kata peneliti senior di Carnegie Endowment yang telah lama mempelajari hubungan Rusia-Cina, Alexander Gabuev.
Gabuev mencatat, Xi diperkirakan mempertahankan dukungan kuat untuk Putin di tengah tekanan Barat yang meningkat. “Kenyataannya, Cina sama sekali tidak melihat keuntungan mencampakkan Putin karena tak ada poin yang diperoleh dalam hubungan dengan AS.’’