REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Presiden Rusia Vladimir Putin menjamu Presiden Cina Xi Jinping untuk makan malam di Istana Kremlin pada Senin (20/3/2023). Kunjungan kenegaraan ini adalah perjalanan luar negeri pertama bagi Xi sejak memperoleh masa jabatan ketiga pada bulan lalu.
Putin dan Xi saling menyapa sebagai 'teman baik' ketika mereka bertemu di Kremlin. Kantor berita negara Rusia kemudian melaporkan bahwa mereka mengadakan pembicaraan informal selama hampir empat jam setengah dengan lebih banyak pembicaraan resmi dijadwalkan pada Selasa (21/3/2023).
Dalam komentar yang disiarkan televisi setelah mereka saling menyapa, Putin mengatakan kepada Xi, bahwa dia memandang dengan hormat proposal Cina untuk penyelesaian konflik Ukraina. Dia mengaku sedikit iri pada sistem Cina yang sangat efektif untuk mengembangkan ekonomi dan memperkuat negara.
Xi pun tidak lupa membalas dengan memuji Putin dan memperkirakan masyarakat Rusia akan memilihnya kembali tahun depan. "Di bawah kepemimpinan Anda yang kuat, Rusia telah membuat langkah besar dalam perkembangannya yang makmur," katanya.
Kremlin mengatakan, dalam kesempatan kali ini Putin akan memberi Xi klarifikasi terperinci tentang posisi Rusia. Namun Kremlin tidak menjelaskan lebih lanjut informasi tersebut.
Moskow telah secara terbuka mempromosikan rencana kunjungan Xi selama berbulan-bulan. Namun waktunya memberikan arti baru bagi dukungan pribadi pemimpin Cina, setelah Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan pekan lalu. ICC menuduh Putin melakukan kejahatan perang karena mendeportasi anak-anak dari Ukraina.
Moskow membantah mendeportasi anak-anak secara ilegal dengan mengatakan telah mengambil anak yatim piatu untuk melindunginya. Tindakan ini membuka kasus pidana terhadap jaksa dan hakim pengadilan.
Beijing mengatakan surat perintah itu mencerminkan standar ganda. Namun Barat menilai surat perintah itu harus membuat pemimpin Rusia menjadi paria.
"Bahwa Presiden Xi bepergian ke Rusia beberapa hari setelah Pengadilan Kriminal Internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Presiden Putin menunjukkan bahwa Cina merasa tidak bertanggung jawab untuk meminta pertanggungjawaban Kremlin atas kekejaman yang dilakukan di Ukraina," kata Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken.
"Alih-alih mengutuk mereka, lebih baik memberikan perlindungan diplomatik bagi Rusia untuk terus melakukan kejahatan berat itu," ujarnya.
Juru bicara Gedung Putih John Kirby mengatakan, Xi harus menggunakan pengaruhnya untuk menekan Putin agar menarik pasukan dari Ukraina. Washington memiliki khawatir bahwa Beijing malah akan menyerukan gencatan senjata yang akan membiarkan pasukan Moskow tetap tinggal di Kiev.
Cina telah mengeluarkan proposal untuk menyelesaikan krisis Ukraina yang sebagian besar ditolak di Barat. Pengajuan itu dituduh sebagai taktik Cina mengulur waktu bagi Putin dalam menyusun kembali pasukannya dan memperkuat cengkeramannya di tanah yang diduduki.
"Rusia dan Cina tidak memiliki jaringan teman dan mitra yang sama di seluruh dunia seperti AS, dan itulah mengapa mereka mempererat hubungan mereka sekarang," kata Kirby.
"Ini sedikit perkawinan kenyamanan, menurut saya, kurang dari kasih sayang," ujarnya.
Serangan Rusia diyakini telah menewaskan puluhan ribu warga sipil dan tentara Ukraina di kedua sisi. Rusia juga telah menghancurkan kota-kota Ukraina, membuat jutaan orang melarikan diri dan mengklaim telah mencaplok hampir seperlima wilayah Ukraina.