REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Kedua belah pihak dalam konflik Yaman sepakat untuk membebaskan 887 tahanan dan bertemu lagi pada Mei. Hasil tersebut mendapatkan sambutan hangat dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Komite Palang Merah Internasional (ICRC) pada Senin (20/3/2023).
Kelompok Houthi Yaman yang bersekutu dengan Iran mengatakan, akan membebaskan 181 tahanan, termasuk 15 warga Saudi dan tiga warga Sudan. Pelepasan ini dilakukan dengan imbalan 706 tahanan akan dibebaskan oleh pemerintah.
Kesepakatan ini dilakukan oleh kepala komite urusan tahanan Houthi Abdul Qader al-Murtada dan kepala negosiator Houthi Mohammed Abdulsalam. Murtada mengatakan pertukaran akan terjadi dalam waktu tiga minggu.
Para perunding mengharapkan kesepakatan bersama yang melibatkan semua tahanan yang tersisa selama 10 hari pembicaraan yang diadakan di dekat ibu kota Swiss, Bern. Pembicaraan itu adalah yang terbaru dari serangkaian pertemuan yang mengarah pada pembebasan tahanan pada 2022 dan 2020 di bawah kesepakatan yang dimediasi oleh PBB yang dikenal sebagai Perjanjian Stockholm.
Kesepakatan terbaru ini datang menjelang Ramadhan menambah optimisme untuk pembebasan lebih lanjut dan resolusi akhir untuk konflik Yaman. Kesuksesan ini menyusul dimulainya kembali hubungan antara Iran dan Arab Saudi bulan ini.
“Ini adalah ekspresi harapan. Ini adalah ekspresi kemanusiaan dan menunjukkan jalan ke depan bagi semua pihak yang berkonflik,” kata direktur regional ICRC untuk Timur Tengah Fabrizio Carboni yang menengahi antara kedua delegasi.
Utusan khusus PBB Hans Grundberg mengatakan, kesepakatan itu adalah salah satu dari beberapa perkembangan yang memberi alasan untuk percaya segala sesuatunya bergerak ke arah yang benar. Upaya-upaya yang dilakukan dinilai menuju penyelesaian konflik delapan tahun yang telah menyebabkan lebih dari 20 juta orang membutuhkan bantuan kemanusiaan.
“Dari diskusi tersebut, saya merasa bahwa ada keinginan untuk terlibat dalam arah yang positif untuk mencoba mencapai penyelesaian konflik di Yaman,” ujar Grundberg mengacu pada pembicaraannya minggu lalu dengan pemerintah Iran dan Saudi.
Konflik di Yaman secara luas dilihat sebagai perang proksi antara Saudi dan Iran. Koalisi yang dipimpin Saudi melakukan intervensi di Yaman pada 2015 setelah Houthi menggulingkan pemerintah dari ibu kota Sanaa pada 2014. Gencatan senjata yang ditengahi PBB pada April lalu sebagian besar telah diadakan, meskipun berakhir pada Oktober tanpa para pihak setuju untuk memperpanjangnya.