REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fraksi Partai Demokrat menjadi satu di antara dua fraksi di DPR yang menolak pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi UU. Dalam rapat paripurna ke-19 tahun sidang 2022-2023, Fraksi Demokrat diberikan waktu selama lima menit untuk menyampaikan penolakannya.
Anggota Fraksi Demokrat DPR, Hinca Panjaitan menilai, terbitnya Perppu Cipta Kerja tak sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 91/PUU-XVIII/2020. Dia menyebut, seharusnya, pemerintah melakukan perbaikan terhadap UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
"MK telah secara jelas meminta perbaikan lewat proses legislasi yang aspiratif, partisipatif, dan legitimate. Bukan justru mengganti undang-undang dengan Perppu, bahkan tidak tampak perbedaan antara isi Perppu dengan materi UU sebelumnya," ujar Hinca di Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (21/3).
"Artinya keluarnya Perppu Cipta Kerja ini adalah kelanjutan dari proses legislasi yang tidak aspiratif dan tidak partisipatif. Sehingga esensi demokrasi diacuhkan. Hukum dibentuk untuk melayani kepentingan rakyat, bukan untuk kepentingan para elite," ucap Hinca menambahkan.
Alasan penolakan kedua adalah Perppu Cipta Kerja tak memenuhi aspek formalitas. Kehadiran Perppu Cipta Kerja, sambung dia, cacat secara konstitusi dan dapat mencoreng putusan MK yang memerintahkan perbaikan terhadap UU Cipta Kerja.
Di samping itu, tidak ada argumentasi yang rasional dari pemerintah terkait penetapan kegentingan yang menjadi landasan penerbitan Perppu Cipta Kerja. "Sehingga kita perlu bertanya Perppu Cipta Kerja ini hadir untuk kepentingan memaksa atau kepentingan penguasa?" ujar Hinca.
Terakhir, Fraksi Demokrat tak melihat Perppu Cipta Kerja menjadi solusi dari permasalahan ketidakpastian hukum dan ekonomi di Indonesia. Kehadirannya, kata dia, justru berpotensi memberangus hak-hak para buruh.
"Janganlah kita menyelesaikan masalah dengan masalah. Terbukti pasca terbitnya Perppu ini, masyarakat dan buruh masih berteriak lagi mengenai skema upah minimum, outsourcing, perjanjian paruh waktu tertentu, aturan PHK, skema cuti, dan lain-lain," ujar Hinca.
Usai menyampaikan tiga alasan penolakannya, mikrofon di depan Hinca tiba-tiba mati yang menandakan waktu lima menit yang diberikan kepadanya telah habis. Kendati demikian, eks sekjen DPP Partai Demokrat itu tetap menyampaikan penolakannya dengan suara kerasnya.
"Bukannya melibatkan masyarakat untuk melakukan perbaikan undang-undang ini, pemerintah justru meresponnya secara sepihak dengan mengeluarkan Perppu Ciptaker," ucap Hinca.
DPR telah resmi mengesahkan RUU tentang Penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi undang-undang. Penetapan dilakukan dalam rapat paripurna ke-19 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2022-2023.
"Apakah rancangan undang undang tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi undang-undang dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?" ucap Ketua DPR Puan Maharani dijawab setuju oleh anggota DPR, Selasa (21/3).