REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budihardjo Iduansjah mendukung upaya pemerintah menghentikan impor pakaian bekas yang dilakukan secara ilegal. Ia pun mengaku keberatan jika praktik tersebut terus terjadi di Tanah Air.
"Selaku asosiasi yang memiliki toko dan menjual merek global, kami pasti keberatan bila ada barang bekas dengan merek sama. Meski jumlah yang masuk misalnya kecil tetap akan mematikan toko kami yang menjual barang baru," ujar dia dalam siaran pers yang dilansir pada Senin (20/3/2023).
Hal itu, kata dia, berkaitan pula dengan masalah Hak Kekayaan Intelektuap (HAKI), apalagi bila barang bekasnya palsu. Akibatnya, lanjut Budihardjo, investor akan takut berinvestasi di Indonesia jika hal ini tidak diatur.
Dirinya menegaskan, penting digarisbawahi dan dipisahkan narasi thifting atau praktik membeli pakaian bekas yang merupakan bagian dari gaya hidup, dengan maraknya impor pakaian bekas ilegal dalam jumlah masif. Menurutnya, itu secara perlahan akan mengubah lanskap dan berpotensi menguasai ekosistem pasar ritel di Indonesia sekaligus menimbulkan persaingan usaha tidak adil.
Maka, sambungnya, pemerintah perlu mendukung aspek positif di dalam budaya thrifting. Salah satu aspek positifnya yakni upaya masyarakat terutama anak muda yang sadar mengurangi limbah pakaian yang banyak diciptakan dari budaya over comsumption atau konsumsi berlebihan. Gaya hidup tersebut dinilai bisa merusak lingkungan
"Namun harus diperjelas, memperjualbelikan barang bekas tentunya bukan dilarang. Hanya saja asalnya dari perputaran atau pertukaran tangan di dalam negeri," kata Budihardjo.
Jadi, lanjut dia, penolakan masuknya barang-barang bekas dari luar itu bukan hanya permasalahan thrifting. Melainkan penyelundupan pakaian bekas dari luar negeri atau impor pakaian bekas secara ilegal.
"Produsen pakaian jadi buatan Indonesia sebagian besar merupakan UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) Indonesia, juga sebagian besar membeli kain yang diproduksi di Indonesia. Inilah yang dikeluhkan produsen kain dan pakaian jadi Indonesia," ungkapnya.
Tindakan ini, kata dia, dinilai tidak sesuai dengan upaya pemerintah dalam mendorong masyarakat mencintai produk dalam negeri yang digaungkan melalui Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI) dan 40 persen belanja pemerintah wajib membeli produk lokal. Maka, Budihardjo menegaskan, kini momentum guna mendorong para inportir mengajar partnernya membuat produk di dalam negeri, bukan hanya pakaian jadi.
"Itu dalam upaya menciptakan lapangan kerja di dalam negeri dan multiplier effect dari penciptaan lapangan kerja di Indonesia," ungkapnya.
Dia juga menyarakan adanya pembatasan masuknya barang-barang impor lewat e-commerce crossborder.
Menurut Budihardjo, pemerintah perlu mengatur batas terendah harga yang boleh diimpor dan penghentian retail online langsung dari luar negeri. Sebelumnya, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki telah menegaskan, pemerintah mempermasalahkan soal impor pakaian dan sepatu bekas yang akan memukul produsen pakaian dan sepatu dalam negeri terutama pelaku UMKM.