REPUBLIKA.CO.ID, LONDON – Ada keraguan Presiden Vladimir Putin kelak disidang di Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) mempertanggungjawabkan kejahatan perang yang dilakukan di Ukraina. Sebab, Rusia tak menjadi bagian para pihak Statuta Roma, landasan operasi ICC.
Ini terkait surat perintah penangkapan terhadap Putin atas tuduhan melakukan kejahatan perang yang dikeluarkan ICC pada Jumat (17/3/2023) pekan lalu. Namun, Jaksa ICC Karim Khan menepis keraguan tersebut.
Khan mengakui, catatan ICC memang tak sempurna. ‘’Namun kami berhasil menyatakan bersalah sejumlah pemimpin termasuk Presiden Liberia Charles Taylor yang melakukan kejahatan perang di Sierra Leone,’’ katanya di London, Inggris, Senin (20/3/2023) waktu setempat.
Khan berada di London menghadiri konferensi penghimpunan dana untuk ICC. Sebanyak 40 negara berhimpun di sana dan berhasil mencapai kesepakatan dana 4,9 juta dolar AS untuk ICC melakukan investigasi kejahatan perang di Ukraina.
Karena itu, Khan mengingatkan, ''Mereka yang merasa memiliki kartu pas atau berpikir tak akan ada konsekuensi sekarang mesti menyadari, hukuman menanti di ujung sana,’’ katanya kepada laman berita Sky News.
Jaksa Umum Ukraina Andriy Kostin, mendorong adanya pengadilan khusus untuk mengadili para pemimpin Rusia. Pengadilan ini bertujuan memperkuat langkah ICC demi menegakkan keadilan internasional. Uni Eropa mendukung ide tersebut.
Namun ini masih dalam tahap pembicaraan awal. Tak ada pula kesepakatan internasional mengenai hal itu. Sejumlah pihak berpikir, keberadaan pengadilan khusus justru akan melemahkan mandat yang disandang ICC.