REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi VI DPR RI Faisol Riza mengakui bahwa pakaian bekas impor atau thrifting memiliki pangsa pasar tersendiri. Hanya saja kegiatan impor dan ekspor telah dilarang oleh Pemerintah Indonesia sehingga dibutuhkan solusi untuk tetap menghidupkannya.
"Sebenarnya yang dilarang adalah ekspor dan impornya. Kalau dalam perdagangan biasa di dalam negeri, nggak ada yang bisa melarang karena itu punya pangsa pasar sendiri," kata Faisol Riza saat dihubungi Republika pada Selasa (22/3/2023).
Menurutnya, penjualan pakaian bekas sangat berhubungan dengan daya beli masyarakat. Sehingga akan berjalan seperti biasa di dalam negeri.
Baca juga : Smesco Siap Bantu Pengusaha Thrifting Alihkan Usaha Jual Produk Lokal
Kendati demikian, dia tidak dapat memungkiri bahwa larangan impor pakaian bekas oleh pemerintah itu sebagai hal yang penting. Sebab aktivitas perdagangan di dalam negeri biasanya melibatkan UMKM.
Oleh karena itu, menurutnya Pemerintah Indonesia perlu menilik dan menggali lebih dalam bahwa pasar thrifting memiliki potensi. Misalnya, dengan bekerja sama dengan UMKM atau cara-cara lain yang lebih baik tanpa merugikan pihak manapun.
"Pemerintah mesti memahami juga bahwa pasar ini tetap tumbuh dan harus berjalan seperti biasanya. Nah, solusinya seperti apa? Apakah menggantinya dengan produksi pakaian bekas dalam negeri yang memang juga tidak kalah bagus kualitasnya atau seperti apa," kata dia.
Baca juga : Thrifting Hanya Kambing Hitam, Impor Baju Cina 1.500 Kali Lipatnya
Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan telah melarang impor pakaian bekas sejak 2021. Larangan tersebut tertulis dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 18 Tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor.
Pasal 2 Ayat 3 tertulis bahwa barang yang dilarang impor salah satunya adalah berupa kantong bekas, karung bekas, dan pakaian bekas. Sementara, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM) mengusulkan larangan thrifting karena dinilai merusak usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) lokal dan dapat merusak industri garmen dalam negeri.