Selasa 21 Mar 2023 19:00 WIB

Soal Transaksi Rp 346 Triliun, PPATK: Terkait Ekspor-Impor dan Perpajakan

PPATK menyebut temuan Rp 349 triliun tak bisa dikatakan berasal dari Kemenkeu.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Agus raharjo
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana ketika diwawancarai wartawan sesuai acara Rakornas PPATK di sebuah hotel di Jakarta, Kamis (19/1/2023). Ivan menjelaskan soal dana kejahatan lingkungan yang mengalir ke anggota partai politik.
Foto: Republika/Febryanto Adi Saputro
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana ketika diwawancarai wartawan sesuai acara Rakornas PPATK di sebuah hotel di Jakarta, Kamis (19/1/2023). Ivan menjelaskan soal dana kejahatan lingkungan yang mengalir ke anggota partai politik.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana menegaskan, dalam temuan transaksi mencurigakan di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) senilai Rp 349 triliun ada indikasi tindak pidana pencucian uang (TPPU). Indikasinya ada dalam ekspor-impor dan perpajakan.

"Itu kebanyakan terkait dengan kasus impor-ekspor, kasus perpajakan, di dalam satu kasus saja kalau kita bicara ekspor-impor itu bisa lebih dari 100 triliun, lebih dari 40 triliun, itu bisa melibatkan," ujar Ivan dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR, Selasa (21/3/2023).

Baca Juga

Jika dua hal tersebut terbukti ada tindak pidana pencucian uang, kasus impor dan ekspor akan diserahkan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Sedangkan kasus perpajakan akan diserahkan kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

"Dan memang kita tidak bisa mengatakan 100 persen ini ditindaklanjuti, makanya koordinasi terus dilakukan," ujar Ivan.

Temuan tersebut juga bukan berarti bahwa tindak pidana tersebut sepenuhnya dilakukan oleh Kemenkeu. Penyerahan laporan kepada PPATK adalah bagian tugas pokok dan fungsi Kemenkeu sebagai penyidik tindak pidana asal.

Lanjutnya, ada tiga kategori dalam penyerahan laporan hasil analisis (LHA) dari PPATK. Pertama adalah LHA yang diserahkan terkait dengan oknum. Kedua, LHA yang menemukan indikasi tindak pidana dan oknumnya sekaligus.

Terakhir adalah penyampaian LHA yang menemukan tindak pidana asalnya, tapi tidak menemukan oknumnya. Artinya, temuan sebesar Rp 349 triliun tak bisa dikatakan berasal dari kementerian yang dipimpin Sri Mulyani itu.

"Jadi sama sekali tidak bisa diterjemahkan kejadian tindak pidananya itu ke Kementerian Keuangan, ini jauh berbeda. Jadi kalimat di Kementerian Keuangan itu juga kalimat yang salah, itu yang menjadi tugas pokok dan fungsi Kementerian Keuangan," ujar Ivan.

"Sama halnya dengan kami serahkan kasus korupsi ke KPK, itu bukan tentang orang KPK, tapi lebih kepada karena tindak pidana korupsi itu, penyidik TPPU, dan pidana asalnya adalah KPK," kata dia menambahkan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement