Selasa 21 Mar 2023 19:14 WIB

Dampak Thrifting, Jangan Sampai Bisnis Fashion Indonesia Bernasib Seperti Kenya

Akibat thrifting, pekerja tekstil Kenya berkurang dari 500 ribu jadi 20 ribu orang.

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Qommarria Rostanti
Pengunjung memilih pakaian bekas impor di salah satu kios di Pasar Cimol Gedebage, Gedebage, Kota Bandung, Jawa Barat, Kamis (16/3/2023). Fenomena thrifting berdampak pada bisnis fashion di Indonesia. Jangan sampai thrifting membuat Indonesia mengalami seperti Kenya. (ilustrasi).
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Pengunjung memilih pakaian bekas impor di salah satu kios di Pasar Cimol Gedebage, Gedebage, Kota Bandung, Jawa Barat, Kamis (16/3/2023). Fenomena thrifting berdampak pada bisnis fashion di Indonesia. Jangan sampai thrifting membuat Indonesia mengalami seperti Kenya. (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesian Fashion Chamber (IFC) secara resmi menolak impor pakaian bekas dan bisnis thrift shop. IFC menjabarkan sejumlah dampak impor pakaian bekas ilegal terhadap bisnis fashion di Indonesia.

National Chairman IFC, Ali Charisma, mengatakan fenomena thrifting pakaian bekas tak hanya marak di Jakarta, tetapi juga berbagai daerah. “Industri fashion Indonesia benar-benar harus memperhatikan dampak dari pakaian bekas ilegal yang diimpor,” kata Ali dalam keterangan tertulisnya, Selasa (21/3/2023).

Baca Juga

Pertama, dampak ekonomi dari impor pakaian bekas ilegal dapat mengancam keberlanjutan sektor industri tekstil dan fashion, terutama UMKM. Akibat membanjirnya impor pakaian bekas dapat menurunkan angka penjualan pakaian produksi lokal karena harga kalah bersaing. Dengan merosotnya permintaan produk lokal, maka menyebabkan penurunan produksi produk lokal, termasuk pengurangan tenaga kerja di dalamnya.

Kenya, salah satu negara yang telah mengalaminya. Pakaian bekas impor ilegal yang masuk secara masif ke sana mengakibatkan penurunan jumlah tenaga kerja pada industri tekstilnya.