REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Universitas Padjadjaran (Unpad), Chay Asdak menyarankan kepada pemerintah Indonesia untuk segera merumuskan peta jalan (roadmap) untuk mengatasi berbagai kemungkinan bencana hidrometeorologi. Di antaranya, banjir, erosi, sedimentasi, dan longsor yang mengancam ribuan pulau kecil berpenghuni di Indonesia.
"Bencana yang mengancam pulau-pulau kecil biasanya kekeringan di musim kemarau panjang atau longsor. Apalagi belum lama ini terjadi longsor di Kabupaten Natuna hingga ada korban meninggal. Jadi, saya kira ini bukan lagi persoalan kecil," kata Chay dalam diskusi media bersama Sustainitiate dalam memperingati Hari Hutan Sedunia di Jakarta, Senin (20/3/2023).
Chay menjelaskan penyusunan roadmap tersebut harus dapat menjawab seperti apa pemetaan bentuk kerentanan bencana dan pengaturan jalur komunikasi dengan pusat pemerintahan atau SAR terdekat. Hal itu lantaran Indonesia memiliki banyak pulau kecil dengan karakteristik yang berbeda-beda.
"Melalui rumusan roadmap yang ada, nantinya kita bisa buat klaster-klaster pulau dengan karakteristik tertentu dan dari situlah kita bisa memetakan tanpa harus menunggu terjadi bencana," ujar Chay.
Dia menjelaskan, hadirnya roadmap kebencanaan berbasis klaster-klaster akan memberi gambaran atau spesifikasi terhadap pulau-pulau kecil tertentu. "Memang tidak akan mungkin kita melakukan pemetaan terhadap seluruh pulau kecil yang ada di Indonesia karena jumlahnya banyak sekali. Tetapi menjadi penting melakukan pemetaan dalam bentuk klaster-klaster untuk pulau-pulau kecil yang berpenghuni," jelas Chay.
Selain roadmap kebencanaan, Chay juga menilai pentingnya pendekatan solusi berbasis alami (nature-based solution/NBS). Caranya dengan mempertimbangkan pemanfaatan lahan alamiah strategis, lanskap untuk upaya konservasi nilai, dan fungsi ekosistem.
"Ini adalah pendekatan paling murah yaitu kembali bagaimana ekosistem bisa bekerja. Kita juga harus mencari suatu sistem yang self-sustained dan self-generated dengan menciptakan faktor-faktor integratif yang realistis bagi masyarakat," ucapnya.
Sementara itu, dosen Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM), Agus Setyarso, menjelaskan, kelestarian hutan dapat terwujud lewat tata kelola manajemen kehutanan yang terhantar dengan baik hingga ke tingkat tapak, Mekanismenya melalui sinergi dan koordinasi yang terukur.
"Lestari adalah jika pertumbuhan hutan mampu terus menerus menyediakan manfaat ekonomi, ekologi, dan sosial. Sedangkan berkelanjutan memiliki makna jika dari manfaat yang diambil mampu untuk menyelenggarakan dan membiayai pembangunan pada periode berikutnya," kata Agus.
Menurut Agus, tata kelola kehutanan meliputi tata kebijakan, tata instrumentasi pelaksanaan kebijakan, tata pengaturan sumber daya yang berkenaan dengan kepentingan publik dan barang publik, tata-peran para pihak, serta tata distribusi manfaat privat yang diperankan oleh pemerintah pusat, daerah, swasta, dan masyarakat dalam arti luas, termasuk masyarakat internasional.
"Kehutanan adalah ranah bermain bagi semua orang ibarat pemain sepakbola yang masuk ke sebuah lapangan dengan membawa bola sendiri-sendiri. Setiap pihak pasti memiliki kepentingan," ucap Agus.
Area permainan tersebut, kata Agus, meliputi eco-regions, ekosistem, lanskap hutan, kawasan hutan menurut fungsi (konservasi, lindung, produksi) , kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi, dan area penggunaan lain (APL). "Jenis permainannya meliputi sektor ekonomi, ekologi, sosial, dan hukum. Lalu bagaimana menjaga permainan yang sportif dan cantik? Jawabannya adalah melalui sinergi dan koordinasi," papar Agus.