REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketika memasuki bulan suci Ramadhan, banyak di antara orang-orang yang mendapatkan ucapan selamat menunaikan ibadah puasa. Bagaimana Islam memandang pemberian ucapan selamat berpuasa?
Dikutip dari buku Catatan Faedah Ilmu di Bulan Ramadhan oleh Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar As Sidawi, pendapat yang kuat adalah boleh. Rasulullah pernah memberi kabar gembira kepada para sahabatnya dengan tibanya bulan Ramadhan.
Dalam sebuah hadits dari Abu Hurairoh bahwasanya Nabi bersabda:
قَدْ جَاءَكُمْ شَهْرُ رَمَضَانَ شَهْرٌ مُبَارَكٌ افْتَرَضَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ يُفْتَحُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَيُغْلَقُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَحِيمِ وَتُغَلُّ فِيهِ الشَّيَاطِينُ فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ حُرِمَ
“Sungguh telah datang kepada kalian bulan Ramadhan, bulan yang penuh berkah. Allah mewajibkan puasa atas kalian di dalamnya. Pada bulan ini dibuka pintu-pintu surga, ditutup pintu-pintu neraka dan dibelenggu setan-setan. Di dalam bulan ini ada sebuah malam yang lebih baik dari seribu bulan. Barangsiapa yang tercegah dari kebaikannya, maka sungguh dia tercegah untuk mendapatkannya”. (HR Ahmad)
Al-Hafizh Ibnu Rojab berkata: "Sebagian ulama mengatakan; hadits ini adalah dalil bolehnya mengucapkan selamat antara sebagian manusia kepada yang lain berhubungan dengan datangnya bulan Ramadhan. Bagaimana mungkin seorang mukmin tidak bergembira dengan dibukanya pintu surga?!, bagaimana tidak bergembira orang yang berbuat dosa dengan ditutupnya pintu neraka?! Bagaimana mungkin orang yang berakal tidak bergembira dengan suatu waktu yang saat itu setan dibelenggu, waktu mana yang bisa menyerupai waktu semacam ini?”.
Syaikh Abdur Rahman as-Sa’di berkata: “Ucapan selamat dalam berbagai kesempatan dibangun di atas kaidah yang berharga, yaitu asal dalam masalah adat, baik ucapan maupun perbuatan hukumnya adalah boleh, tidak bisa diharamkan atau dibenci kecuali apabila mengandung hal yang dilarang oleh syariat atau mengandung kerusakan. Kaidah agung ini dibangun di atas Alquran dan Sunnah. Sesungguhnya manusia tidaklah bermaksud ibadah dengan ucapan ini, namun hal itu merupakan adat sesama mereka dalam sebagian kesempatan. Hal ini tidak terlarang, bahkan menyimpan kemaslahatan sebab apabila kaum mukmin saling mendoakan antara sesama maka sejatinya hal itu akan menyebabkan mereka saling mencintai. Dan adat-adat yang boleh apabila diringi dengan manfaat dan maslahat, maka bisa menjadikannya sebagai amalan yang dicintai oleh Allah sesuai dengan buah yang dihasilkannya”.
Lihat secara luas masalah ini dalam risalah Hukmu at-Tahniah Bi Dukhuli Syahri Romadhan, Yusuf bin Abdul Aziz at-Thorifi, karena beliau telah mengumpulkan dalil-dalil dan ketarangan para ulama yang membolehkan hal ini.