Rabu 22 Mar 2023 12:30 WIB

Denny Indrayana: Perppu Ciptaker Pelanggaran Konstitusi Berjamaah

Denny Indrayana ragukan MK bisa melakukan koreksi konstitusional atas kesalahan itu.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Teguh Firmansyah
Massa dari berbagai elemen buruh, mahasiswa, masyarakat sipil dan pengemudi ojek online melakukan aksi di depan Gedung DPR MPR RI, Jakarta, Selasa (28/2/2023). Dalam aksinya mereka menolak pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja dan menuntut Presiden Joko Widodo untuk mencabut Perppu tersebut serta menekan pemerintah untuk segera terbitkan dan sahkan seluruh peraturan perundang-undangan yang melindungi hak rakyat diantarnya RUU PPRT, Perlindungan Pekerja Transportasi-Ojek Online dan RUU Masyarakat Adat.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Massa dari berbagai elemen buruh, mahasiswa, masyarakat sipil dan pengemudi ojek online melakukan aksi di depan Gedung DPR MPR RI, Jakarta, Selasa (28/2/2023). Dalam aksinya mereka menolak pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja dan menuntut Presiden Joko Widodo untuk mencabut Perppu tersebut serta menekan pemerintah untuk segera terbitkan dan sahkan seluruh peraturan perundang-undangan yang melindungi hak rakyat diantarnya RUU PPRT, Perlindungan Pekerja Transportasi-Ojek Online dan RUU Masyarakat Adat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan wamenkumham, Prof Denny Indrayana, menyoroti Sidang Paripurna DPR RI yang menyetujui Perppu Ciptaker menjadi UU.  Denny menilai, penerbitan Perppu Ciptaker sendiri sudah cacat sejak kelahiran.

Selain tidak bisa menghadirkan argumentasi yang kokoh atas syarat kepentingan yang memaksa, DPR akhirnya tidak bisa memberikan persetujuan sesuai batas waktu ketentuan perundang-undanga. Batas dimaksud yakni sidang pertama DPR setelah Perppu disahkan. "Artinya sudah dilewati pada tanggal 16 Februari 2023 lalu," ujar Denny lewat keterangan, Rabu (22/3/2022). 

Baca Juga

Dengan menyetujui Perppu Ciptaker pada Sidang Paripurna kemarin, ia menekankan, DPR maupun Presiden Jokowi nyata-nyata melanggar norma UU PPP (Peraturan Pembentukan Perundangan) yang mereka buat sendiri. Kemudian yang lebih membahayakan dengan ringan melanggar ketentuan UUD 1945.

"Sayangnya, pelanggaran terang-terangan konstitusi berjamaah oleh presiden dan DPR itu realitasnya akan sulit untuk dikoreksi," kata Denny. Secara tata negara, koreksi konstitusional harusnya dilakukan MK yang normalnya menyatakan Perppu Ciptaker tidak mematuhi putusan MK soal UU Ciptaker.