REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) di Den Haag, Belanda mendakwa Presiden Rusia Vladimir Putin dan Komisaris Badan Anak-Anak Rusia Maria Lvova-Belova atas penculikan massal anak-anak Ukraina. Surat perintah penangkapan untuk mereka pun telah rilis.
Alasan ICC memutuskan perilisan surat penangkapan, menurut hakim pra-sidang pengadilan, ada alasan yang masuk akal untuk percaya setiap tersangka memikul tanggung jawab atas kejahatan perang. Mereka terlibat dalam deportasi penduduk secara tak sah dan pemindahan penduduk secara tak sah dari wilayah pendudukan Ukraina ke Rusia.
Para hakim mengatakan, telah memilih untuk membuka nama para tersangka ke publik dalam upaya mencegah kejahatan lebih lanjut. Laporan pertama kali muncul musim semi lalu bahwa anak-anak Ukraina di wilayah pendudukan dibawa ke Rusia, bahkan diadopsi oleh keluarga Rusia.
Rusia telah mempresentasikan tindakannya sebagai misi kemanusiaan untuk menyelamatkan anak-anak dari perang. Namun Ukraina menuduh Rusia melakukan genosida dan menggambarkan tindakannya sebagai kejahatan perang.
Anak yang diduga diculik termasuk anak-anak yang diambil dari lembaga negara Ukraina di wilayah pendudukan. Kemudian anak-anak yang orang tuanya telah mengirim ke kamp musim panas yang dikelola Rusia dan tidak pernah kembali. Kelompok anak-anak yang orang tuanya ditangkap oleh otoritas pendudukan Rusia dan anak-anak yang menjadi yatim piatu karena pertempuran juga dipindahkan.
Menurut The Guardian, Rusia telah mengakui sedikitnya 1.400 anak Ukraina yang disebutnya sebagai yatim piatu, meskipun dikatakan sedikitnya 2.000 telah melakukan perjalanan ke Rusia tanpa pendamping. Selain itu, beberapa ratus anak dari wilayah pendudukan tetap tinggal di Rusia setelah mengikuti kamp “pendidikan ulang” dengan persetujuan orang tua, tetapi kemudian tidak dikembalikan.
Sebagian besar anak-anak yang diambil oleh Rusia berasal dari wilayah pendudukan di selatan dan timur Ukraina, seperti Kherson, Kharkiv, Zaporizhzhia, Donetsk dan Luhansk, serta sebagian kecil wilayah Mykolaiv.
Menurut Pusat Hak Asasi Manusia Regional Ukraina, setidaknya 400 anak yatim piatu Ukraina telah diadopsi oleh keluarga Rusia setelah invasi. Rusia mengatakan 1.000 lebih menunggu untuk diadopsi. Bahkan Lvova-Belova menggambarkan dirinya "mengadopsi" seorang anak berusia 15 tahun dari Mariupol.
Meski anak-anak itu yatim piatu, banyak dari anak-anak Ukraina ini memiliki kerabat yang masih hidup dan mencari mereka. Sekitar 90 persen anak-anak Ukraina yang tinggal dalam perawatan negara pada saat invasi adalah “yatim piatu sosial”, artinya mereka memiliki kerabat tetapi anggota keluarga tersebut tidak dapat merawatnya.
Dalam beberapa kasus, kerabat telah mengidentifikasi anak-anak melalui video yang diposting oleh media pemerintah Rusia dan telah berkampanye untuk mengembalikan mereka. Kasus-kasus juga telah didokumentasikan dengan anak-anak berakhir di penitipan negara Rusia setelah melarikan diri dari pertempuran di Ukraina dengan bus evakuasi ke Rusia, serta anak-anak yang terpisah dari orang tuanya di kamp penyaringan Rusia.
Konvensi pencegahan genosida Perserikatan Bangsa-Bangsa melarang memindahkan paksa anak-anak dari suatu kelompok ke kelompok lain. Konvensi PBB tentang hak-hak anak melarang pemindahan ilegal dan tidak mengembalikan anak-anak ke luar negeri.