REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) telah membaca Putusan Perkara No 1/MKMK/T/02/2023. Putusan itu terkait perkara pengubahan frasa 'dengan demikian' menjadi 'ke depan' dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 103/PUU-XX/2022 tentang pemberhentian Hakim Aswanto.
Peneliti PSHK UII, Retno Widiastuti mengatakan, praktik perubahan frasa 'dengan demikian' jadi 'ke depan' berdampak hilangnya koherensi pertimbangan hukum Putusan 103/PUU-XX/2022.
Hakim Konstitusi, Guntur Hamzah, sejatinya tidak berwenang/tidak berhak dalam mengusulkan perubahan putusan karena Guntur tidak memutus perkara. Bahkan, saat perkara diputus, Hakim Konstitusi, Guntur Hamzah, belum jadi Hakim Konstitusi.
"Sehingga, praktik yang dilakukan Hakim Konstitusi Guntur Hamzah tersebut telah melanggar prinsip integritas yang harus dipegang teguh seorang Hakim MK," kata Retno kepada Republika, Rabu (22/3).
Ia menerangkan, Pasal 15 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi mengatur bahwa Hakim Konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela. Bahkan, sejatinya amanah itu merupakan syarat konstitusional menjadi Hakim Konstitusi.
Hal itu sudah termaktub dalam Pasal 24C ayat (5) UUD NRI 1945. Terhadap rentetan realita yang terjadi dalam pengubahan putusan MK itu menghasilkan fakta kalau Hakim Konstitusi, Guntur Hamzah, yang hanya dijatuhi sanksi teguran tertulis.
"Melalui Putusan Perkara Nomor 1/MKMK/T/02/2023. Maka, untuk menjaga marwah Mahkamah Konstitusi dan menjaga tegaknya amanat konstitusional Pasal 24C ayat (5) UUD NRI 1945, sebaiknya Guntur Hamzah mundur dari Hakim Konstitusi," ujar Retno.
Beberapa rekomendasi MKMK untuk MK ke depan harus dilaksanakan. Di antaranya buat SOP bagi Hakim Konstitusi yang hendak mengusulkan perubahan atas putusan yang sedang dibacakan dalam sidang pengucapan putusan yang terbuka untuk umum.
Kemudian, susun SOP penyusunan risalah sidang. Bentuk MKMK yang bersifat permanen dengan memperhatikan kredibilitas dan integritas figur yang diangkat. Pertahankan penggunaan teknologi modern agar semakin transparan, akuntabel dan memudahkan akses kepada keadilan.
"Terhadap beberapa catatan tersebut, PSHK FH UII merekomendasikan kepada Guntur Hamzah untuk mundur dari Hakim Mahkamah Konstitusi," kata Retno.
Lalu, ia meminta MK untuk melaksanakan setiap rekomendasi MKMK. Mulai dari membentuk SOP pengubahan putusan, menyusun SOP penyusunan risalah sidang, membentuk MKMK permanen maupun mempertahankan penggunaan teknologi modern dalam persidangan.
Retno turut meminta DPR, Presiden dan Mahkamah Agung agar membenahi pengaturan dan mekanisme pencalonan hakim MK. Sehingga, menghasilkan hakim berintegritas, tidak tercela dan negarawan sebagaimana amanat konstitusi Pasal 24C ayat (5) UUD NRI 1945.