Kamis 23 Mar 2023 08:24 WIB

Macron tak Melunak, Reformasi Pensiun Berlaku Tahun Ini

Macron tak melunak di tengah meningkatnya eskalasi protes di seluruh negeri.

Rep: Lintar Satria/ Red: Esthi Maharani
 Petugas pemadam kebakaran memadamkan api setelah demonstrasi di dekat Majelis Nasional setelah pemungutan suara Majelis Nasional Prancis atas undang-undang reformasi pensiun yang diusulkan pemerintah, di Paris, Prancis,  Kamis (16/3/2023). Orang-orang berdemonstrasi di luar Parlemen Prancis setelah Perdana Menteri Prancis Borne mengajukan Pasal 49 yang kontroversial paragraf 3 (49.3) Konstitusi untuk mengesahkan undang-undang reformasi pensiun yang akan menaikkan usia pensiun dari 62 menjadi 64 tahun pada tahun 2030 setelah Senat memberikan suara setuju.
Foto: EPA-EFE/Mohammed Badra
Petugas pemadam kebakaran memadamkan api setelah demonstrasi di dekat Majelis Nasional setelah pemungutan suara Majelis Nasional Prancis atas undang-undang reformasi pensiun yang diusulkan pemerintah, di Paris, Prancis, Kamis (16/3/2023). Orang-orang berdemonstrasi di luar Parlemen Prancis setelah Perdana Menteri Prancis Borne mengajukan Pasal 49 yang kontroversial paragraf 3 (49.3) Konstitusi untuk mengesahkan undang-undang reformasi pensiun yang akan menaikkan usia pensiun dari 62 menjadi 64 tahun pada tahun 2030 setelah Senat memberikan suara setuju.

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan undang-undang baru yang menaikan usia pensiun akan berlaku tahun ini. Ia tidak menunjukkan melunak di tengah meningkatnya eskalasi protes di seluruh negeri.

"Anda pikir saya menikmati reformasi (pensiun) ini? Tidak. Tapi tidak ada ratusan cara untuk menyeimbangkan neraca, reformasi ini butuhkan," kata Macron dalam wawancara dengan dua stasiun televisi terbesar Prancis, Rabu (22/3/2023).

Baca Juga

Sejak Januari lalu Prancis dilanda gelombang unjuk rasa yang menaikan usia pensiun menjadi 64 tahun. Sebagian besar protes digelar serikat-serikat buruh.

Kebanyakan berlangsung dengan damai tapi kemarahan memuncak sejak pekan lalu setelah pemerintah mendorong undang-undang itu melalui parlemen tanpa pemungutan suara. Dalam enam malam terakhir unjuk rasa berakhir dengan kerusuhan.

Tong-tong sampah di seluruh Paris dan kota-kota lain dibakar. Banyak terjadi bentrokan antara pengunjuk rasa dengan polisi.

Pada Rabu kemarin pengunjuk rasa juga memblokir stasiun kereta di Kota Nice dan Toulouse. Gelombang unjuk rasa terbaru yang disertai mogok kerja mengganggu kilang-kilang minyak, transportasi publik dan pengumpulan sampah.

Protes-protes ini menjadi tantangan paling serius terhadap pemerintah moderat Macron sejak revolusi "Rompi Kuning" empat tahun yang lalu. Sumber dari Buckingham Palace mengatakan unjuk rasa dapat mempengaruhi kunjungan Raja Charles yang dijadwalkan pekan depan.

Macron mengatakan ia menghormati hak untuk menggelar unjuk rasa damai. Tapi "kekerasan ekstrem" tidak dapat diterima.

"Kami akan memastikan kehidupan akan segara normal secepat mungkin dalam menghadapi sejumlah orang yang melakukan pemblokiran," katanya.

Ia mengatakan tidak memiliki "penyesalan", namun presiden dari sayap moderat itu menambahkan ia ingin memperbaiki hubungan dengan serikat-serikat buruh dan lebih banyak melibatkan mereka dalam keputusan di masa depan.

Seorang staf kepresidenan mengatakan wawancara itu bertujuan "menenangkan situasi." Tapi reaksi awal memperlihatkan hal yang sebaliknya.

"Bohong!" cicit kepala serikat buruh terbesar di Prancis, CFDT, Laurent Berger di Twitter. Ia menuduh Macron "menulis ulang sejarah" setelah ia mengatakan serikat tidak memberikan alternatif pada undang-undang pensiun yang ia ajukan.

Pade media Prancis, ketua serikat buruh yang lebih keras, CGT, Philippe Martinez mengatakan Macron mengejek buruh dengan apa yang sebut wawancara "aneh."

Serikat-serikat buruh mengumumkan akan kembali menggelar unjuk rasa dan mogok kerja massal pada Kamis (23/2/2023).

"Kami tidak menginginkan undang-undang ini dan kami akan berjuang sampai ditarik," kata seorang pensiunan Jacques Borensztejn dalam unjuk rasa di Paris.

Sementara oposisi mendesak Macron memecat perdana menterinya, Elisabeth Borne yang merupakan penggerak utama reformasi pensiun. Macron mendukungnya dan mengatakan ia telah memperluas kursi partai pendukung pemerintah.

Macron kehilangan posisi mayoritas di House of Parliament dalam pemilihan tahun lalu. "Ia (Borne) mendapatkan kepercayaan saya untuk memimpin tim pemerintah ini," kata Macron.

Jajak pendapat menunjukkan mayoritas warga Prancis menolak legislasi reformasi pensiun dan keputusan pemerintah mendorong undang-undang itu melalui parlemen tanpa pemungutan suara.

Macron sedang berusaha mendapatkan inisiatif setelah pemerintahnya lolos mosi tidak percaya pekan ini. Macron mengatakan ia ingin memastikan perusahaan-perusahaan membagikan lebih banyak profit mereka dengan pekerja. Tapi ia tidak mengungkapkan bagaimana pemerintah mencapainya.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement