REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – Pemerintah Amerika Serikat (AS) mengkritik keputusan parlemen Israel (Knesset) mencabut Undang-Undang (UU) Pelepasan atau Disengagement Law tahun 2005. Pencabutan UU itu membuka jalan bagi para pemukim Israel untuk kembali ke empat permukiman ilegal yang telah dibongkar di Tepi Barat.
Juru bicara Departemen Luar Negeri AS Vedant Patel mengatakan, pencabutan Disengagement Law oleh Knesset melanggar komitmen Israel kepada AS terkait perluasan permukiman di Tepi Barat.
“Perubahan legislatif yang diumumkan hari ini sangat provokatif dan kontraproduktif terhadap upaya untuk memulihkan ketenangan saat kita memasuki Ramadhan, Paskah, dan liburan Paskah,” ucap Patel kepada awak media, Selasa (21/3/2023), dikutip laman Aljazirah.
Awak media pun mencecar Patel dengan pertanyaan tentang langkah apa yang bakal diambil pemerintahan Presiden AS Joe Biden agar Israel tidak memperluas proyek permukiman ilegalnya di Tepi Barat. “Ini adalah sesuatu yang secara khusus telah kami jelaskan dengan sangat jelas, bahwa pertumbuhan permukiman dan permukiman liar tidak sejalan dengan pandangan kami tentang langkah-langkah apa yang diperlukan untuk membawa kita ke solusi dua negara (Israel-Palestina) yang dinegosiasikan dengan cara damai,” katanya.
Patel tidak bisa memberikan penjelasan soal langkah tegas yang bakal diambil pemerintahan Biden. Dia hanya menyebut bahwa isu itu akan dibahas AS dengan para pejabat Israel.
Pada Senin (20/3/2023) malam lalu, Knesset memilih mencabut sebagian dari Disengagement Law yang disahkan tahun 2005. Dalam proses pemungutan suara, dari 120 anggota Knesset, 31 di antaranya mendukung pencabutan UU 2005 tersebut. Sementara 18 lainnya memilih menentang. Kemudian sisa anggota lainnya memilih abstain. “Negara Israel malam ini memulai proses pemulihannya dari bencana deportasi,” kata anggota Knesset dari Partai Likud, Yuli Edelstein.
"Ini adalah langkah pertama dan signifikan menuju penyembuhan dan penyelesaian nyata di wilayah tanah air Israel, yang menjadi miliknya,” kata Edelstein menambahkan.
Partai Likud adalah partai sayap kanan yang dipimpin Benjamin Netanyahu, perdana menteri Israel saat ini. Pemerintahan koalisi Netanyahu didominasi oleh para tokoh pendukung perluasan permukiman ilegal di Tepi Barat. Hal itu telah menimbulkan kekhawatiran luas di kalangan Palestina.
Disengagement Law tahun 2005 memerintahkan pembongkaran empat permukiman Yahudi di wilayah Tepi Barat yang diduduki saat Israel menarik pasukannya dari Jalur Gaza. Empat permukiman itu yakni Sa-Nur, Ganim, Kadim, dan Homesh.
Perdana menteri Israel kala itu, Ariel Sharon, berpendapat, Israel tidak akan dapat mempertahankan permukiman-permukiman terkait di bawah kesepakatan masa depan dengan Palestina. Menurutnya, pembongkaran empat permukiman tersebut akan membantu memberikan kedekatan teritorial Palestina di Tepi Barat dan mempermudah warga Palestina menjalani kehidupan normal.
Sejak UU 2005 itu diterapkan, warga Israel dilarang memasuki kembali daerah-daerah permukiman tersebut tanpa seizin militer. Dengan pencabutan UU tersebut, warga Israel dapat kembali ke lokasi permukiman yang dievakuasi. Artinya permukiman ilegal Israel di Tepi Barat bakal bertambah.
Israel menduduki Tepi Barat sejak berakhirnya Perang Arab-Israel 1967. Hingga saat ini terdapat lebih dari 700 ribu pemukim Israel yang tinggal di permukiman-permukiman di Tepi Barat dan Yerusalem Timur. Permukiman tersebut dianggap ilegal menurut hukum internasional.