REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peraturan terbaru mengizinkan beberapa perusahaan membayar gaji karyawan minimal 75 persen. Ini tertuang dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 5 Tahun 2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan pada Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global.
Peraturan tersebut menyebutkan, perusahaan industri sesuai kriteria yang disebut dalam aturan dapat melakukan penyesuaian besaran Upah Pekerja/Buruh dengan ketentuan upah yang dibayarkan paling sedikit 75 persen dari upah yang biasa diterima. Selanjutnya, peraturan itu mempersyaratkan penyesuaian waktu kerja juga diatur dalam kesepakatan antara pengusaha dan pekerja.
Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif menanggapi penerbitan aturan Menteri Ketenagakerjaan tersebut. Menurutnya, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memberikan perhatian penuh terhadap kondisi sektor industri. Khususnya berbagai perusahaan berorientasi ekspor, yang saat ini menghadapi tekanan karena situasi ekonomi global.
“Kami menilai langkah tersebut perlu dilakukan dalam kondisi sekarang. Mengingat tujuannya untuk menjaga agar industri bisa tetap bertahan di tengah terpaan situasi perekonomian dunia dan menjamin status serta kesejahteraan para pekerja,” katanya dalam keterangan, Kamis (23/3/2023).
Kelompok industri tersebut kini mengalami perlambatan kinerja akibat penurunan pesanan dari pasar luar negeri. Hal itu dinilai menimbulkan ketidakleluasaan bagi pelaku industri, yang juga akan berdampak bagi tenaga kerja. Maka, pemerintah mengambil jalan keluar.
Salah satu langkah yang diambil pemerintah yakni mengeluarkan peraturan terkait penyesuaian pengupahan sesuai waktu kerja oleh perusahaan tersebut.
Dirinya memaparkan, salah satu alasan Kemenperin menerima penerapan aturan tersebut yakni adanya data-data yang menunjukkan kecenderungan perlambatan kinerja di beberapa industri.
Misalnya, industri tekstil dan pakaian jadi yang pada kuartal IV 2022 terkontraksi minus 0,43 persen. Penurunan itu dinilai disebabkan oleh penurunan permintaan luar negeri akibat inflasi global dan ancaman resesi. Kondisi ini mendorong penurunan produksi tekstil yang disertai pengurangan massal karyawan pabrik.
Selanjutnya, industri kulit, barang dari kulit, dan alas kaki juga mengalami konstraksi pada periode yang sama sebesar minus 3,70 persen, dikarenakan oleh penurunan permintaan luar negeri, khususnya dari Amerika Serikat dan Uni Eropa. Industri furnitur turut mengalami kontraksi terbesar secara year on year yaitu sebesar minus 8,03 persen.
"Kondisi ini didorong oleh menurunnya ketersediaan bahan baku kayu bulat maupun kayu industri. Juga lesunya permintaan luar negeri terutama dari AS dan Eropa akibat inflasi global,” tutur dia.
Dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 5 Tahun 2023 disebutkan, peraturan tersebut bertujuan memberikan pelindungan dan mempertahankan kelangsungan bekerja Pekerja/Buruh, serta menjaga kelangsungan usaha perusahaan industri padat karya tertentu berorientasi ekspor dari dampak perubahan ekonomi global yang mengakibatkan penurunan permintaan pasar. Peraturan ini diharapkan mampu mengurangi risiko terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara massal.
Hal itu sejalan dengan langkah-langkah yang diambil Kemenperin guna memitigasi perlambatan industri akibat berbagai tekanan, khususnya risiko global. Menurut dia, Permenaker No 5 Tahun 2023 mengatur dengan jelas kriteria perusahaan industri padat karya tertentu berorientasi ekspor maupun tentang penghitungan penyesuaian upah, sehingga para pekerja industri dapat tetap terjamin dalam situasi ini.
Febri menilai, pengusaha dan pekerja dapat berdialog terkait pelaksanaan aturan tersebut di industri. Selain itu, penyesuaian waktu kerja berlaku selama enam bulan.
“Kami mengharapkan kondisi ini tidak berlangsung lama. Dengan begitu, sektor industri dapat terus membaik dan langkah-langkah lainnya dalam mitigasi juga membuahkan hasil,” tutur dia.