Jumat 24 Mar 2023 06:16 WIB

'Tiga Parpol di Koalisi Perubahan Saling Sandera'

Saling sandera dalam konteks penentuan siapa cawapres untuk Anies Baswedan.

Bakal calon presiden dari Koalisi Perubahan Anies Baswedan saat konferensi pers di kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta, Kamis (2/3/2023). Tiga parpol dalam Koalisi Perubahan saat ini dinilai tengah saling sandera dalam konteks siapa bakal cawapres untuk Anies Baswedan. (ilustrasi)
Foto: Republika/Thoudy Badai
Bakal calon presiden dari Koalisi Perubahan Anies Baswedan saat konferensi pers di kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta, Kamis (2/3/2023). Tiga parpol dalam Koalisi Perubahan saat ini dinilai tengah saling sandera dalam konteks siapa bakal cawapres untuk Anies Baswedan. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Fauziah Mursid, M Nursyamsi, Nawir Arsyad Akbar

 

Baca Juga

Pengamat Politik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Adi Prayitno menilai tiga partai dalam koalisi perubahan yakni Nasdem, Demokrat dan PKS saling sandera. Adi menjelaskan, saling sandera ini dalam konteks ketiga partai mencari calon wakil presiden (cawapres) mendampingi bakal capres Anies Baswedan.

"Kalau mau jujur sebenernya, ketiga partai di poros perubahan ini saling sandera," kata Adi dalam keterangannya, Kamis (23/3/2023).

Direktur Eksekutif Paramater Politik ini mengatakan, tiga partai di koalisi perubahan ini memiliki peran signifikan menggenapi ambang batas presiden 20 persen. Sehingga, jika salah satu angkat kaki, maka koalisi tidak bisa mengusung calon presiden.

Namun, yang menjadi persoalan, PKS dan Demokrat ini sama-sama mengincar posisi cawapres yakni Demokrat mendukung AHY dan PKS mendukung Ahmad Heryawan (Aher) untuk mendampingi Anies.

"Karena itu wajar kalau kemudian Demokrat itu mematok harga mati AHY sebagai cawapres, termasuk PKS. Kalau PKS misalnya Aher itu tidak dipinang sebagai cawapres Anies, belum tentu PKS tetap di perubahan, bisa saja PKS ini angkat kaki yang itu artinya Anies pun tidak bisa maju," katanya.

Karena itu, meskipun saat ini Anies sedang mencari cawapres ideal di luar PKS dan Demokrat, tetapi itu tidak bisa dilakukan secara bebas. Ini karena Anies masih membutuhkan dua partai ini untuk maju di Pilpres 2024.

"Anies di sini tidak bisa 100 persen bebas menentukan siapa cawapresnya, karena Anies tidak mungkin maju tanpa Demokrat, Anies itu tidak bisa maju tanpa PKS," ujarnya.

Sehingga, jika Anies mengambil cawapres di luar koalisi perubahan maka harus direstui oleh tiga partai koalisi yakni Nasdem, PKS dan Demokrat.

"Sebut saja misalnya Anies mengambil calon di luar perubahan, sebut saja Khofifah, apakah AHY mau? Bisa saja AHY tidak mau dan angkat kaki dari koalisi perubahan dan itu artinya suara Nasdem sama PKS saja itu enggak cukup, jadi rumit," ujarnya.

Karenanya, Adi menilai ketiga partai di koalisi perubahan ini saling sandera satu sama lain. Meskipun, menurutnya, pasangan Anies dan AHY lebih potensial dibandingkan calon dari PKS. Hal ini karena elektabilitas AHY relatif kuat, bahkan masuk dalam tiga besar bursa cawapres.

"Namun alasan yang kemudian menjadi pertanyaan, apa yang membuat Nasdem dan Anis itu kelihatan tidak terlampau menghendaki AHY yang menjadi cawapres, karena nama lain di luar AHY di luar perubahan, belum ada yang mentereng yang bisa mendampingi Anies," ujarnya.

Pengamat politik yang juga Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menilai AHY masih menjadi cawapres potensial untuk mendampingi Anies Baswedan dibandingkan kader PKS. Alasannya, tren keterpilihan AHY cenderung meningkat.

"Sementara PKS stagnan bahkan tidak miliki tokoh yang potensial," kata Dedi dalam keterangannya, Kamis (23/3/2023).

Menurutnya, perlu ada kesepakatan bersama ketiga partai jika AHY mendampingi Anies demi soliditas koalisi. Jika koalisi sepakat, maka koalisi lawan sangat mungkin akan mencari tokoh yang dianggap mampu kalahkan Anies-AHY.

Namun demikian, kata Dedy, demi menjaga soliditas kerja koalisi perubahan maka perlu menghindari ego partai. Karena itu, Dedi menilai akan bagus jika tawaran tokoh di luar partai, sehingga ada prinsip sama rata dari ketiga partai koalisi perubahan.

"Sehingga ada nuansa sama rata bahkan hingga Nasdem yang sama-sama tidak usung kader sendiri, tokoh itu diperlukan untuk pembeda dengan rival, semakin tokoh baru dengan modal popularitas, akan semakin baik," ujar Dedi.

Dedi pun menyebut tokoh baru dalam kontestasi Pilpres yang saat ini cukup banyak mengemuka, antara lain ada nama Erick Thohir dan Andika Perkasa yang di luar partai.

"Dua tokoh ini miliki kelebihan sekaligus pembeda dengan rival yang dipenuhi para politisi. Erick punya catatan kerja profesional yang cukup mencolok, juga popularitas yang baik, Andika pun demikian," ujarnya.

Sementara, nama Sandiaga Uno, Dedi menilai mantan cawapres Pilpres 2019 ini akan sulit maju di Pilpres 2024. Ini karena Sandiaga menurutnya telah kehilangan jalan kontestasi.

"Jika membaca hasil survei IPO, ada kesan kehilangan jalan kontestasi, cukup sulit bagi Sandiaga untuk kembali mendampingi siapapun di Pilpres, kecuali ada kejutan koalisi baru misalnya PPP berhasil yakinkan PDIP untuk bangun koalisi, lalu usung Puan-Sandiaga, atau Ganjar-Sandiaga," ujarnya.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement