REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Azmi Syahputra mendukung pengungkapan kasus dana pensiun pegawai yang dikelola Dana Pensiun Perusahaan Pelabuhan dan Pengerukan (DP4) PT Pelindo. Dana itu justru digunakan untuk investasi bodong menurut penelusuran Kejaksaan Agung (Kejagung).
Tindak pidana korupsi dalam pengelolaan dana pensiun DP4 ini diduga berlangsung pada periode 2013-2019. Kejagung menaksir jumlah kerugian negara akan terus bertambah.
"Dana tersebut digunakan untuk membeli saham tidak produktif atau disebut ‘saham gorengan' dengan perkiraan kerugian 148 miliar rupiah," kata Azmi dalam keterangannya, Kamis (23/3/2023).
Selain saham gorengan, Azmi mensinyalir ada perbuatan lingkaran para makelar sejumlah proyek fiktif yang pembangunannya menggunakan dana pensiun pegawai PT Pelindo. Sehingga, ia mendorong Kejagung mengusut tuntas kasus ini.
"Pola manipulasi seperti ini biasanya terjadi karena ada hubungan istimewa antara oknum pengambil kebijakan di Pelindo dengan perusahaan saham gorengan dan pembelian saham karakteristik begini biasanya harus ada izin," ujar Azmi.
Azmi lantas mempertanyakan siapa yang punya otoritas memberikan izin untuk membeli saham gorengan.
"Siapapun orang yang terlibat dalam rekayasa pembelian saham di sini termasuk pelaku pembuat proyek fiktif harus diperiksa," lanjut Azmi.
Selain itu, Azmi prihatin atas kasus dugaan korupsi berkelindan kejahatan saham di BUMN seperti kasus asuransi Jiwasraya dan Asabri. Menurutnya, hal ini terjadi karena aturan tidak tegas terhadap batasan penggunaan dana di BUMN.
"Akan rentan terus terjadi hal begini yang dikemas melalui pembelian saham gorengan untuk kepentingan atau keuntungan pihak tertentu atau bahkan pelaku dengan sengaja dikemas dengan proyek fiktif," ujar Azmi.
Sebelumnya, Kejagung menemukan kerugian negara sekitar Rp 148 miliar terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan dana pensiun pada DP4 sepanjang 2013-2019. Pihak kejaksaan menyimpulkan modus operandi dalam perkara ini adalah pemilihan makelar dan harga tanah yang di-markup atau dinaikkan.
Selain itu, ketika dilakukan analisis, juga terdapat pembelian saham yang Kejaksaan Agung nilai tidak sesuai dengan kapasitasnya.
"Jadi, perkembangan perkara ini kurang lebih kami sudah menemukan kerugian sebesar Rp 148 miliar, dan akan berkembang terus," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum Kejagung) Ketut Sumedana kepada wartawan, Senin (13/3/2023).