REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Mantan Presiden Rusia, Dmitry Medvedev pada Kamis (23/3/2023) mengatakan, setiap upaya untuk menangkap Presiden Vladimir Putin akan menjadi deklarasi perang melawan Rusia. Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Putin pada pekan lalu.
ICC menuduh Putin melakukan kejahatan perang secara ilegal dengan mendeportasi ratusan anak dari Ukraina. ICC mengatakan, ada alasan yang masuk akal untuk percaya bahwa Putin memikul tanggung jawab pidana individu. Medvedev mengatakan kepada media Rusia bahwa ICC, adalah nonentitas hukum yang tidak pernah melakukan langkah signifikan.
"Setiap upaya untuk menahan Putin akan menjadi deklarasi perang. Mari kita bayangkan, jelas situasi ini yang tidak akan pernah terwujud, namun mari kita bayangkan bahwa hal itu terwujud; kepala negara nuklir saat ini pergi ke suatu wilayah, katakanlah Jerman, dan ditangkap," kata Medvedev.
Medvedev menjabat sebagai presiden Rusia dari 2008 hingga 2012. Medvedev menempatkan dirinya sebagai seorang reformis pro-Barat. Namun, sejak invasi Moskow ke Ukraina, Medvedev telah berubah menjadi salah satu pejabat Rusia yang paling vokal di depan umum. Dia menghina para pemimpin Barat dan menyampaikan serangkaian peringatan nuklir.
“Pengiriman senjata asing ke Ukraina setiap hari semakin mendekatkan kiamat nuklir,” kata Medvedev.
Medvedev mengatakan, setelah jatuhnya Uni Soviet pada 1991, Barat menganggap dirinya sebagai bos Rusia. Tetapi Putin telah mengakhiri dominasi Barat tersebut.
"Mereka sangat tersinggung," kata Medvedev, yang menambahkan bahwa Barat tidak menyukai kemerdekaan Rusia dan Cina.
Medvedev mengatakan, Barat sekarang ingin memecah belah Rusia menjadi sejumlah negara yang lebih lemah dan mencuri sumber daya alamnya yang besar. Sebelumnya Putin menyebut konflik di Ukraina sebagai perjuangan eksistensial untuk membela Rusia dan melawan arogansi Barat yang ingin memecah belah Rusia.
"Ukraina adalah bagian dari Rusia," kata Medvedev.
Medvedev menambahkan, hampir semua wilayah Ukraina modern pernah menjadi bagian dari kekaisaran Rusia. Rusia mengakui kedaulatan dan perbatasan Ukraina pasca-1991 dalam Memorandum Budapest 1994. Medvedev mengatakan, hubungan dengan Barat suatu hari akan membaik, kendati akan memakan waktu lama.
"Saya percaya cepat atau lambat situasi akan stabil dan komunikasi akan dilanjutkan, tetapi saya sangat berharap bahwa pada saat itu sebagian besar dari orang-orang itu (pemimpin Barat) akan pensiun dan beberapa akan mati," kata Medvedev.