REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Wakil Presiden Amerika Serikat (AS) Kamala Harris tidak berhasil memenangkan hati warga AS di dua tahun pertamanya menjabat. Tapi ia akan tetap mendampingi Presiden Joe Biden.
Wakil presiden perempuan pertama AS itu bersiap menggelar kampanye nasional meski angka dukungannya rendah. Ia juga dinilai gagal memenangkan dukungan dari politisi mapan di Washington dan banyak anggota Partai Demokrat yang khawatir dengan awal pekerjaannya yang mengecewakan.
Harris sedang dalam tekanan tinggi setelah Biden yang kini berusia 80 tahun akan kembali maju dalam pemilihan presiden untuk masa jabatan yang kedua. Bila Biden menang kemudian sakit atau tidak bisa memenuhi tugasnya maka Harris yang berusia 58 tahun yang akan menggantikannya.
Walaupun keduanya memiliki hubungan yang baik tapi sumber dari Partai Demokrat mengatakan Biden frustasi dengan kinerja Harris. Ia juga berhasil diyakini baik Harris maupun anggota Partai Demokrat yang lain yang dapat mengalahkan mantan Presiden Donald Trump bila Partai Republik kembali mencalonkannya.
Salah satu mantan pejabat Gedung Putih mengatakan, faktor tersebut yang memengaruhi Biden untuk kembali maju dalam pemilihan presiden. "Bila ia pikir Harris tidak mampu, ia tidak akan memilihnya," kata mantan pejabat yang tidak bersedia disebutkan namanya, Kamis (23/3/2023).
"Saya pikir ia maju kembali dalam pemilihan berikutnya bukan tentang Harris atau tentang dirinya, tapi saya pikir faktornya adalah Harris dan orang-orang Partai Demokrat," tambahnya.
Harris akan terbang ke Afrika pada pekan ini. Kunjungan tersebut mungkin akan menekankan catatan kebijakan luar negerinya dan menghasilkan berita baik di dalam negeri yang kerap mengesampingkannya.
Ketika Biden memilih Harris yang merupakan perempuan kulit hitam kedua yang pernah terpilih menjadi Senat AS, jajak pendapat Reuters/Ipsos menunjukkan Harris lebih populer dari Biden untuk pemilih perempuan, muda dan beberapa pemilih Partai Republik.
Situs agregator poling RealClearPolitics menunjukan angka dukungan Harris sebagai wakil presiden hanya 39 persen. Di bawah Biden yang rata-rata 42,3 persen.
Beberapa anggota Partai Demokrat termasuk pejabat Gedung Putih kecewa Harris tidak banyak berbuat banyak di isu-isu penting, memanfaatkan platformnya dan memperkuat dirinya sendiri dan Biden. Kritik ini dapat membayangi kampanye di pemilihan berikutnya.
"Saya pikir tantangan fundamental strategis sesungguhnya bagi (Biden) adalah bagaimana menavigasi ini," kata seorang anggota Partai Demokrat yang dekat dengan Gedung Putih. Ia mencatat hampir tidak ada kemungkinan Harris akan diganti.
"Hampir tidak mungkin bagi mereka untuk melakukan perubahan," katanya.
Biden dapat kehilangan suara-suara penting bila ia membuang Harris yang merupakan wakil presiden keturunan Afrika dan Asia pertama AS. "Anda tidak bisa mengganti wakil presiden kulit hitam pertama dan mengira masyarakat kulit hitam dan perempuan akan memilih anda, presiden membutuhkan dia," kata mantan pejabat Gedung Putih.
Biden mengatakan berniat kembali mencalonkan diri dalam Pemilu 2024 tapi belum ada pengumuman resmi yang disampaikan. Biden dan Harris mengatakan, mereka akan maju bersama-sama.