Jumat 24 Mar 2023 13:27 WIB

Batas Semakin Dekat, Simak Cara Lapor SPT Tahunan Hanya Lewat Ponsel

wajib pajak yang telat melapor akan dikenakan sanksi baik denda dan pidana

Rep: Novita Intan/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Wajib pajak mengambil nomor antrean di salah satu kantor pelayanan pajak pratama di Jakarta. Melansir dari laman Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Kamis (23/3/2023), pada tahun lalu pemerintah mulai melaksanakan pembaruan sistem inti administrasi perpajakan atau core tax administration system. Penerapan core tax administration system bertujuan untuk mendigitalisasi setidaknya 21 proses bisnis utama Direktorat Jenderal Pajak, mulai dari pelayanan hingga penegakan hukum.
Foto: ANTARA/Akbar Nugroho Gumay
Wajib pajak mengambil nomor antrean di salah satu kantor pelayanan pajak pratama di Jakarta. Melansir dari laman Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Kamis (23/3/2023), pada tahun lalu pemerintah mulai melaksanakan pembaruan sistem inti administrasi perpajakan atau core tax administration system. Penerapan core tax administration system bertujuan untuk mendigitalisasi setidaknya 21 proses bisnis utama Direktorat Jenderal Pajak, mulai dari pelayanan hingga penegakan hukum.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Batas pelaporan surat pemberitahuan tahunan wajib pajak orang pribadi semakin dekat, yakni pada 31 Maret mendatang. Seluruh warga negara Indonesia yang sudah memiliki nomor pokok wajib pajak diwajibkan untuk melaporkan SPT Tahunan pajak penghasilan (PPh).

SPT Tahunan adalah surat yang digunakan wajib pajak untuk melaporkan penghitungan pajak, penghasilan, harta, objek pajak, atau kewajiban pajak lainnya yang disebutkan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan. Bagi wajib pajak yang telat melapor akan dikenakan sanksi berupa denda dan sanksi pidana yang bertujuan agar wajib pajak tertib dalam menyampaikan surat pemberitahuan tahunan.  

Melansir dari laman Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Kamis (23/3/2023), pada tahun lalu pemerintah mulai melaksanakan pembaruan sistem inti administrasi perpajakan atau core tax administration system. Penerapan core tax administration system bertujuan untuk mendigitalisasi setidaknya 21 proses bisnis utama Direktorat Jenderal Pajak, mulai dari pelayanan hingga penegakan hukum.

Kebijakan pemerintah tersebut, pelaku usaha Chief Product Officer Mekari, Aviandri Hidayat, menilai langkah pemerintah untuk mendigitalisasi sistem pajak Indonesia sesuai dengan tren perpajakan global yang kian paperless. Bagi wajib pajak tidak lagi berkunjung ke kantor pajak, namun melakukan pemrosesan pajak via online.

"Inisiatif digitalisasi pajak oleh pemerintah, termasuk pelaporan online, akan memacu bisnis untuk mempercepat adopsi teknologi perpajakan, seperti aplikasi pajak. Peralihan dari cara konvensional ke digital akan berdampak positif bagi bisnis. Teknologi akan mengotomasi pemrosesan pajak, mulai dari pengolahan data hingga pengarsipan dokumen, sehingga bisnis dapat dengan lebih mudah dan lancar memenuhi kewajiban pajak mereka," ujarnya dalam keterangan tulis, Kamis (23/3/2023).

Menurutnya supaya bisa beradaptasi dengan tren digitalisasi perpajakan, bisnis harus mengadopsi teknologi untuk pemrosesan data dan dokumen pajak. Berikut ini lima langkah untuk memandu bisnis yang ingin mulai beralih dari pemrosesan pajak yang konvensional ke digital sebagai berikut

1. Pilih Aplikasi Mitra Resmi Direktorat Jenderal Pajak

Aplikasi pajak hanya akan bermanfaat apabila aplikasi tersebut sudah menjadi mitra resmi DJP sebagai Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan (PJAP).

“Dengan terhubung langsung ke DJP, aplikasi PJAP, contohnya Mekari Klikpajak, mampu mensinkronisasi semua data dan dokumen perpajakan yang diproses melalui aplikasi pajak dengan data dan dokumen yang sudah tersimpan sistem DJP. Dengan demikian, bisnis tidak akan menghadapi masalah kedepannya hanya karena ada kesalahan pada penyamaan data,” kata Aviandri.

2. Perhatikan Kemudahan Migrasi Data

Bisnis, apalagi yang sudah beroperasi waktu yang lama, pastinya sudah memiliki data dan dokumen perpajakan, seperti bukti potong yang tersimpan Direktorat Jenderal Pajak. Agar bisa mengambil data tersebut, bisnis sebaiknya memilih aplikasi pajak dengan fitur pre-populated yang bisa secara otomatis menarik data dan dokumen lama Direktorat Jenderal Pajak, sehingga bisnis tidak perlu repot mencari dan menyamankan data secara manual.

3. Prioritaskan Aplikasi All In One

Bisnis harus memilih aplikasi pajak yang mempunyai fitur-fitur lengkap agar setiap proses pelaporan pajak, mulai data entry hingga pengarsipan dokumen, dapat dilakukan secara ringkas lewat satu aplikasi yang mumpuni.

“Dengan memanfaatkan aplikasi pajak yang serba bisa, bisnis akan menikmati faedah yang ditawarkan teknologi dalam memudahkan pemrosesan pajak, mulai dari pajak pertambahan nilai hingga pajak penghasilan menyangkut modal, transaksi, impor, serta yang spesifik industri tertentu, seperti pelayaran” kata Aviandri.

4. Utamakan Integrasi Solusi Digital

Bagi bisnis yang sudah menjalankan sistem IT, pastikan bahwa semua solusi digital enterprise resource planning termasuk aplikasi pajak, dapat diintegrasi sepenuhnya dengan sistem IT tersebut level application programming interface. Integrasi dan kompatibilitas sistem memastikan bahwa semua pengerjaan data dan dokumen pajak, seperti pembuatan dan pengarsipan faktur pajak, akan otomatis tersinkronisasi di bagian pekerjaan lainnya, seperti akuntansi.

5. Cari Fitur Akurasi Data

Karena berkutat dengan penghitungan ratusan angka dan pengisian berbagai formulir, pengerjaan pajak rentan akan kesalahan yang bisa berakibat negatif bagi bisnis. Kini, ada aplikasi pajak yang dilengkapi fitur yang akan otomatis memeriksa dan merekonsiliasi data sehingga menekan kemungkinan human error.

Menurut Aviandri pengembangan core tax system kedepannya harus menjadi sinyal bagi bisnis untuk segera mendigitalisasi pemrosesan pajak mereka. Direktorat Jenderal Pajak menargetkan untuk menguji coba core tax system pada Oktober 2023, dengan tujuan sepenuhnya mengoperasikan sistem informasi baru pada 2024.

"Satu tahun ini harus dimanfaatkan oleh bisnis untuk mengubah proses perpajakan termasuk mengimplementasi teknologi dan melatih pegawai, ke yang berbasis teknologi, sehingga begitu sistem baru sudah berjalan, bisnis sudah siap untuk mengikutinya," pungkas Aviandri.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement