REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ibadah puasa Ramadhan bisa menjadi sarana untuk detoksifikasi jiwa. Hal itu disampaikan oleh dr Lahargo Kembaren SpKJ, psikiater dari Pusat Kesehatan Jiwa Nasional (PKJN) RS Jiwa Marzoeki Mahdi Bogor.
Menurut Lahargo, detoksifikasi jiwa saat puasa terjadi karena seseorang mengambil jarak dan menjauh dari hal-hal yang sering kali membuat jiwa terganggu. "Berbagai kebiasaan yang tidak baik dalam pikiran, sikap, dan perilaku diusahakan dikendalikan sepenuhnya menuju arah yang lebih baik saat melakukan puasa," ujar Lahargo kepada Republika.co.id, Jumat (24/3/2023).
Orang yang berpuasa tentunya secara sadar menahan hawa nafsu, juga rasa lapar dan haus. Lahargo mengatakan, jika dikaji dengan lebih mendalam, inti dari puasa adalah pengendalian diri. Sementara, orang yang sehat jiwanya adalah orang yang mampu menguasai dan mengendalikan diri atas dorongan-dorongan yang datang dari dalam ataupun dari luar diri.
"Jadi sebenarnya, dengan melakukan puasa, kita sedang melatih diri untuk mencapai kesehatan jiwa yang optimal. Saat kondisi kesehatan jiwa optimal, maka kita dapat menjalankan aktivitas, pekerjaan, dan menjalin relasi yang baik dalam kehidupan," ujarnya.
Dia mengatakan, setiap orang pasti akan menghadapi keadaan sulit yang tidak diharapkan pada setiap fase kehidupan. Dengan kesehatan jiwa yang optimal, orang tersebut akan mampu menghadapi keadaan apa pun dan bisa tetap produktif dan berfungsi dengan baik dalam kehidupannya.
Sebaliknya, apabila stres terlalu berat dan kemampuan mentalnya kurang, maka orang tersebut dapat mengalami gangguan jiwa, seperti gangguan depresi, gangguan cemas dan gangguan psikotik. Terlebih, beberapa tahun terakhir termasuk periode yang berat bagi banyak orang dari sisi kesehatan mental.
Pandemi Covid-19 telah meninggalkan berbagai konsekuensi negatif bagi kondisi jiwa, termasuk stres, ketegangan, kecemasan, ketakutan, dan berbagai emosi negatif lainnya yang berpotensi membuat kesehatan jiwa menjadi terganggu.
Beberapa perilaku yang terbentuk saat puasa seperti menahan diri untuk tidak marah (anger management), menahan diri untuk tidak merokok, menahan diri untuk tidak melakukan perilaku pornografi, dan lainnya adalah hal yang positif bagi pengembangan diri dan karakter serta kepribadian. Puasa dapat dijadikan momentum untuk benar-benar melakukan perubahan perilaku yang mendasar dan secara terus menerus.
Lahargo menyebutkan sejumlah manfaat puasa bagi kesehatan, khususnya sebagai sarana detoksifikasi jiwa. Pertama, terjadi regenerasi sel tubuh baru yang meningkat dan lebih baik. Sistem pencernaan, sistem kardiovaskular, dan sistem saraf pun lebih stabil dan seimbang.
Puasa juga bermanfaat membersihkan badan dari berbagai toksin (zat beracun) dan menurunkan proses inflamasi atau peradangan. Selama berpuasa, endorfin yang merupakan hormon antistres banyak dikeluarkan. Refleksi diri pun semakin meningkat dan mengendurkan ketegangan jiwa.
Selain itu, berpuasa menajamkan fungsi indrawi serta meningkatkan kontrol diri. "Terjadi spiritual coping, manajemen stres dengan mendekatkan diri pada Sang Pencipta. Diharapkan, dengan terjadinya perubahan perilaku dari negatif menjadi positif, maka kesehatan fisik dan jiwa lebih dapat ditingkatkan," kata Lahargo.