REPUBLIKA.CO.ID,MANILA-- Wakil Menteri Luar Negeri Filipina Theresa Lazaro mengatakan, isu maritim antara Filipina dan Cina masih menjadi "keprihatinan serius". Sementara dua negara berjanji menggunakan diplomasi untuk menyelesaikan perbedaan dengan damai.
Pekan ini, Filipina menjadi tuan rumah pertemuan tatap muka pertama diplomat dua negara sejak sebelum pandemi Covid-19. Pertemuan digelar saat ketegangan di Laut Cina Selatan memanas. Menurut Filipina eskalasi akibat "aktivitas agresif" Cina di perairan strategis itu.
"Pemimpin dua negara sepakat masalah maritim harus diselesaikan melalui jalur diplomasi dan dialog dan tidak pernah melalui koersi dan intimidasi," kata Lazaro dalam pembukaan pembicaraan bilateral mengenai Laut Cina Selatan, Jumat (24/3/2023).
Pembicaraan ini digelar dua bulan setelah Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr melakukan kunjungan kenegaraan ke Cina. Saat itu Presiden Xi Jinping mengatakan ia siap mengelola masalah maritim bersama Filipina dengan "ramah."
"Masalah maritim bagian penting hubungan Cina-Filipina yang tidak boleh diabaikan," kata Wakil Menteri Luar Negeri Cina Sun Weidong. Melalui dialog di tahun-tahun sebelumnya, dua negara secara umum berhasil dengan efektif mengatasi perbedaan dalam masalah maritim.
Beijing yang mengeklaim sebagian besar Laut Cina Selatan termasuk beberapa di perairan Filipina, mengungkapkan kekhawatirannya mengenai meningkatkan kehadiran militer AS di sana. Cina menuduh AS meningkatkan ketegangan di kawasan.
Pekan lalu Marcos mengizinkan AS memperluas akses ke pangkalan militer Filipina saat sikap Cina di Laut Cina Selatan dan Taiwan kian agresif.