REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner KPU RI Mochammad Afifuddin menyampaikan bahwa pihaknya sudah menghadapi 48 gugatan dari partai politik calon peserta Pemilu 2024. Puluhan gugatan itu diajukan lewat sejumlah lembaga peradilan sejak tahun lalu.
Afif mengakui, dari semua gugatan itu, yang paling menyedot perhatian adalah gugatan yang dilayangkan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus). Dalam perkara itu, majelis hakim membuat putusan kontroversial, yakni memerintahkan penundaan Pemilu 2024.
“Mungkin baru kita terkesima ketika ada putusan PN Jakpus, sejatinya KPU melayani proses gugatan sejak pendaftaran parpol kemarin itu sudah ada 48 perkara,” kata Afif saat konferensi pers di kantornya, Jakarta, Jumat (24/3/2023).
Afif merinci 48 perkara tersebut. Sebanyak 18 perkara merupakan laporan pelanggaran administrasi pemilu di Bawaslu RI, enam perkara sengketa proses pemilihan umum (SPPU) di Bawaslu RI, delapan SPPU di PTUN Jakarta, serta satu Gugatan perdata Prima di PN Jakpus.
Selanjutnya delapan gugatan biasa di PTUN Jakarta, lima perlawanan atas gugatan biasa di PTUN Jakarta, dan dua peninjauan kembali (PK) atas SPPU di PTUN Jakarta. Dari 48 gugatan tersebut, mayoritas ditolak dan tidak diterima.
“Kasus dikabulkan total ada tujuh, ditolak lima, tidak diterima ada 33, kesepakatan mediasi ada satu,” kata Afif.
Perkara yang berhasil dimediasi adalah gugatan yang dilayangkan Partai Ummat usai KPU menyatakan partai tersebut tidak lolos sebagai peserta Pemilu 2024. Setelah mediasi di Bawaslu RI, KPU melakukan verifikasi faktual ulang sehingga partai besutan Amien Rais itu bisa ditetapkan sebagai peserta Pemilu 2024.
Sedangkan tujuh perkara yang berhasil dimenangkan partai politik, enam di antaranya menang di Bawaslu. Satu perkara lagi adalah kemenangan telak Prima di PN Jakpus.
Terkait putusan PN Jakpus yang memenangkan Prima dan memerintahkan penundaan pemilu itu, KPU RI telah mengajukan banding guna membatalkan putusan tersebut. KPU RI telah menyerahkan memori bandingnya ke PN Jakpus pada 10 Maret lalu.
Afif mengatakan, pihaknya juga telah mengajukan memori banding tambahan pada Selasa (21/3/2023) lalu. Belum diketahui kapan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta bakal memutuskan permohonan banding ini.