REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Setiap Muslim seyogianya berlomba-lomba dalam kebaikan guna mendapatkan kebaikan ibadah dan menjauhkan neraka. Maka, terdapat amalan ibadah-ibadah tertentu yang dapat mendekatkan manusia dengan surga.
Dalam sebuah hadits terekam mengenai lima amalan ibadah yang dapat menjauhkan manusia dari neraka. Kala itu, salah seorang sahabat datang dan bertanya kepada Rasulullah SAW tentang amalan yang bisa mengantarkannya ke surga dan menjauhkannya dari neraka.
عن معاذ بن جبل رضي الله عنه قال: قلت: يا رسول الله أخبرني بعمل يُدخِلُنِي الجنة ويُبَاعِدُني عن النار، قال: لقد سألت عن عظيم وإنه ليَسير على من يَسَّره الله تعالى عليه: تعبدُ الله لا تشركُ به شيئًا، وتُقيمُ الصلاةَ، وتُؤتي الزكاةَ، وتَصومُ رمضانَ، وتَحجُّ البيتَ
Diriwayatkan dari Muadz bin Jabal RA, dia berkata, “ Wahai Rasulullah, kabarkanlah kepadaku tentang sesuatu amal yang akan memasukkanku ke dalam surga dan menjauhkanku dari neraka."
Rasulullah SAW menjawab, “Kamu telah menanyakan kepadaku tentang perkara yang besar, padahal sungguh ia merupakan perkara ringan bagi orang yang telah Allah jadikan ringan baginya. (Ibadah-ibadah itu) yakni kamu menyembah Allah dan tidak menyekutukannya dengan sesuatu apapun, kamu mendirikan sholat, menunaikan zakat, berpuasa Ramadhan, berhaji ke Baitullah." (HR Tirmidzi)
Maka dari kelima hal itu, salah satu amalan yang dapat mengantarkan seorang Muslim ke surga adalah zakat.
Di masa kepemimpinan Sayyidina Abu Bakar, ihya as-sunnah dilakukan dalam rangka puritanisasi dan menghidupkan kembali ajaran yang telah berlangsung pada masa Nabi. Ada salah satu kebijakan beliau yang menarik dan dikaji dalam sejarah Islam, yakni menegakkan kebijakan zakat.
Ustaz Ahmad Ubaydi Hasbillah dalam buku Ilmu Living Quran-Hadis menjelaskan, Sayyidina Abu Bakar menerapkan kebijakan berperang melawan orang-orang yang menolak membayar zakat dan orang-orang yang murtad, serta kebijakan pengumpulan Alquran.
Terkait dengan kebiajakan berperang menghadapi kelompok anti-zakat dan kelompok yang murtad, Abu Hurairah melaporkan sebuah kisah sebagai berikut. Dari Abu Hurairah yang mengisahkan, “Ketika Rasulullah wafat, kemudian Abu Bakar RA menggantikannya sebagai pemimpin umat, serta banyak orang Arab yan kufur (menolak, terutama terhadap kewajiban zakat yang dihidupkan oleh Abu Bakar), Umar pun melakukan klarifikasi kepada Abu Bakar.
‘Bagaimana ceritanya engkau bisa memerangi orang-orang (Islam yang tak lain adalah rakyatmu sendiri) sedangkan Rasulullah SAW pernah bersabda, ‘Aku diperintahkan untuk memerangi orang-orang sampai mereka mengucapkan la illaha illallah. Siapa yang mengucapkannya, maka ia telah melindungi harta dan darahnya sendiri dariku, kecuali ada sebab yang menghalalkannya untuk diperangi. Adapun urusan perhitungan mereka adalah dengan Allah,’.
Sayyidina Abu Bakar pun menimpalinya, ‘Demi Allah, aku tetap akan memerangi orang-orang yang membeda-bedakan (kewajiban) shalat dan zakat, karena zakat adalah hak harta (sedangkan shalat adalah hak jiwa). Demi Allah, seandainya mereka tetap menolak untuk membayar zakat unta yang dulu mereka bayarkan kepada Rasulullah SAW, pasti aku akan memerangi mereka atas dasar penolakannya itu.’
Baca juga: Perang Mahadahsyat akan Terjadi Jelang Turunnya Nabi Isa Pertanda Kiamat Besar?
Mendengar jawaban itu, Umar pun berseloroh lega, ‘Demi Allah, menurutku Allah benar-benar melapangkan hati Abu Bakar untuk menetapkan kebijakan perang itu. Aku pun memahaminya, bahwa kebijakan itulah yang benar,”. Hadits ini diriwayatkan Imam Bukhari dan Imam Muslim yang dirangkum dalam kisah oleh Ibnu Katsir.
Ustadz Ubaydi menjelaskan, hadits tersebut menunjukkan bahwa Sayyidina Abu Bakar menetapkan kebijakan yang telah ditetapkan oleh Nabi. Dia berusaha menghidupkan apa yang telah dicetuskan oleh Nabi, berupa kewajiban sholat dan zakat.
Zakat adalah kewajiban yang melekat pada harta, dan ia adalah hak yang harus ditunaikan oleh pemiliknya. Sedangkan shalat adalah kewajiban yang melekat pada jiwa, ia adalah hak jiwa. Selama jiwa masih ada dan sehat, maka haknya harus ditunaikan yakni dengan shalat.
Karena itu, jika mereka menolak kewajiban zakat namun menerima kewajiban sholat, maka sudah sepatutnya mereka diperangi alias ‘diambil paksa’ sesuai dengan kewajiban masing-masing. Harta mereka tidak dapat mereka lindungi sendiri, pemimpin berhak untuk mengambilnya sebagai hak harta tersebut.
Sayyidina Abu Bakar mengambil paksa harta zakat adalah semata-mata karena ingin menghidupkan ajaran Nabi. Oleh karena itu, ketika meriwayatkan hadits ini, Imam Bukhari membuat judul bab untuknya, “Bab Al-Iqtida’ bi Sunan Rasulillah/Bab Mengikuti Sunnah-Sunnah Nabi).
Kebijakan puritanisasi dan menghidupkan kembali ajaran Nabi adalah misi utama dalam fenomena ihya As-Sunnah pada masa Sayyidina Abu Bakar. Beliau dalam hal ini memilih untuk sama persis dengan apa yang dilakukan oleh Nabi. Bedanya, pada masa Nabi tidak ada protes atau gerakan penolakan terhadap kewajiban zakat saat pertama kali ditetapkan Nabi Muhammad SAW.