REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) sempat mengeluarkan fatwa MUI Nomor 31 tahun 2020 yang menyatakan bahwa penggunaan masker ketika sholat berjamaah dibolehkan dan tidak makruh. Pasalnya, saat itu angka Covid-19 masih tinggi.
Hal ini juga sesuai dengan Surat Keputusan (SK) bernomor Kep-38/DP-MUI/III/2022 lalu tentang Panduan Penyelenggaraan Ibadah Ramadhan dan Idul Fitri 1443 H yang diterbitkan MUI pada 30 Maret 2022.
Namun, sejak 30 Dsemeber 2020 lalu, pemerintah Indonesia telah mencabut kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) terkait pandemi Covid-19. Lalu, pada Ramadhan kali ini, apakah fatwa dibolehkannya pakai masker saat sholat itu masih berlaku?
Sekretaris Komisi Fatwa MUI, KH Miftahul Huda menjelaskan bahwa pada dasarnya menutupi mulut saat shalat hukumnya adalah makruh.
“Adapun bolehnya menutupi mulut dengan masker sebagaimana disebutkan pada fatwa MUI Nomor 31 tahun 2020 adalah karena adanya kebutuhan yang mendesak (al hajah al syariyah) yaitu untuk pencegahan dari penularan covid-19,” kata dia kepada Republika, Sabtu (25/3/2023).
Namun, saat ini kondisinya tidak sudah mendesak seperti pandemi Covid-19 beberapa tahun belakangan. Karena itu, menurut dia, menggunakan masker yang menutupi mulut hukumnya kembali makruh.
“Ketika kebutuhan tersebut sudah tidak lagi diperlukan lagi, maka masalah kembali kepada hukum asal yaitu makruh untuk menggunakan penutup mulut seperti masker,” ucap Kiai Miftahul.
Jadi, apakah fatwa MUI tersebut masih berlaku?
Jika melihat situasi sekarang ini, fatwa MUI tersebut tentu sudah tidak berlaku lagi. Namun, menurut Kiai Miftahul, jika di suatu saat nanti ada kebutuhan mendesak lagi, umat Islam bisa menjadikan fatwa tersebut sebagai pedoman.
“Hukum itu sangat dipengaruhi oleh illatnya (sebabnya). Jika di suatu tempat atau pada masa tertentu ada kebutuhan mendesak untuk menggunakan masker saat shalat, seperti ada ada penyebaran virus lain, maka demi untuk menjaga Kesehatan agar tidak tertular maka menggunakan masker menjadi boleh dan fatwa MUI ini dapat dijadikan pedoman,” jelas Kiai Miftahul.