REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi VIII DPR mendesak pemerintah untuk mengevaluasi surat edaran yang melarang para pejabat melakukan kegiatan buka puasa bersama. Hal ini ditegaskan dalam Sekretaris Kabinet Indonesia Nomor 38 /Seskab/DKK/03/2023 tentang arahan terkait penyelenggaraan buka puasa bersama yang diteken Sekretaris Kabinet Pramono Anung pada 21 Maret 2023.
Anggota Komisi VIII Bidang Keagamaan DPR Achmad mengatakan saat ini masyarakat sudah tenang dan menyambut gembira bulan suci Ramadan, sehingga diharapkan kepada pemerintah tidak mengeluarkan kebijakan yang membingungkan.
“Saya minta pemerintah mengkaji ulang lagi mencabut surat edaran tersebut. Ini tidak adil dan aturan yang terlalu mengada-ngada,” ujarnya dalam keterangan tulis, Sabtu (25/3/2023).
“Jangan ada dikotomi dalam menerapkan aturan terhadap menjalankan prosesi keagamaan apapun. Ini namanya inkonstitusional dan bertentangan dengan undang-undang,” ucapnya.
Menurutnya bulan puasa ini merupakan momentum bagi seluruh orang untuk melakukan kebaikan dan terutama bersilaturahmi. Hal ini tidak hanya umat muslim saja tetapi semua orang menunggu suasana Ramadhan.
“Ini momentum orang dapat bersilaturahmi, jadi jangan dibatasi. Karena hak asasi setiap warga negara itu dilindungi. Jangan sampai hanya edaran mengabaikan hak asasi orang,” ucapnya.
Achmad menyebut salah satu hak asasi manusia yang harus dilindungi yakni melaksanakan ibadah sesuai dengan kepercayaannya masing dan pemerintah tidak boleh membatasi karena sudah diatur dalam undang-undang.
“Buka puasa itu salah satu ibadah, bagian dari syiar agama yang dilakukan oleh umat muslim. Cikal bakal muncul kesatuan dan persatuan itu dari silaturahmi, maka buka puasa itu silaturahmi,” ucapnya.
Dia juga membandingkan larangan buka puasa bersama ini dengan pesta pernikahan anak pejabat, termasuk pesta anak Presiden Jokowi dengan tamu yang hadir ribuan orang.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo melarang para pejabat negara menyelenggarakan kegiatan buka puasa bersama selama Ramadan 1444 H. Pejabat negara dimulai dari setingkat menteri hingga pemerintahan kota dan kabupaten. Mereka dilarang menggelar buka puasa bersama.
Surat larangan bukber tersebut berisikan tiga poin, sebagai berikut pertama, penanganan Covid-19 masih dalam transisi dari pandemi menuju endemi, sehingga masih diperlukan kehati-hatian.
Kedua, pelaksanaan buka puasa bersama pada bulan suci Ramadan 1444 Hijriah agar ditiadakan. Ketiga, menteri dalam negeri agar menindaklanjuti arahan tersebut kepada para gubernur, bupati dan wali kota.
Surat tersebut meminta agar para pejabat negara mulai dari menteri, kepala instansi, kepala lembaga serta kepala daerah mematuhi arahan presiden tersebut dan meneruskan kepada seluruh pegawai instansi masing-masing.