Oleh : Adang Muhammad Gugun*
REPUBLIKA.CO.ID, Dalam sebuah hadis sahih, Rasulullah SAW telah mengajarkan nilai tertinggi dari amal ibadah, yaitu ber-Iman, ber-Islam dan ber-Ihsan. Amaliyah seorang manusia menjadi paripurna ketika ketiganya dilakukan secara utuh.
Seorang Muslim mestilah berupaya sungguh-sungguh agar ketiga aspek amaliyah terebut menjadi wujud. Bulan Ramadhan merupakan bulan tarbiyah (pembinaan) ketiga aspek tersebut.
Amal shaum maupun yang lain di bulan Ramadhan harus dilandasi pada keimanan. Ayat kewajiban shaum juga diawali perintah bagi orang yang beriman. Perbuatan baik tanpa iman bagai debu yang berterbangan (Al Furqon ayat 23: Kami jadikan amal-amal orang kafir bagaikan debu berterbangan).
Dalam surat Ibrahim ayat 18 disebutkan amal orang kafir laksana debu yang ditiup angin kencang. Selanjutnya dalam surat An-Nur 39, amal orang kafir dinyatakan oleh Allah SWT laksana fatamorgana. Sehebat dan sebesar apa pun dalam pandangan manusia, ketika beramal tanpa beriman merupakan kesia-siaan.
Kesadaran menjalankan shaum karena landasan iman adalah fondasi awal. Oleh karenanya beramal bukan karena banyak orang lain yang melakukannya, shaum bukan karena ikut-ikutan lingkungan di sekitar kita. Atau berbondong-bondong menuju masjid untuk menegakkan sholat tarawih karena orang lain pun berduyun-duyun ke masjid.
Banyak shodaqoh juga bukan sekadar terbawa arus oleh banyak orang yang manjadi dermawan di bulan ini. Rajin tadarus Alquran dan iktikaf bukan karena ikutan tren di bulan Ramadhan. Kesadaran atas keyakinan dan tarikan 'menuju' Allah yang semestinya mendorong kita melaksanakan amalan-amalan tersebut. Kita beramal karena iman kepada Allah SWT sebagai pencipta, pemelihara dan penguasa alam semesta.
Aspek kedua yang berkaitan dengan Keislamaan dalam meraih nilai beramal adalah mengikuti kaifiyat (tata cara) sesuai contoh rasulullah (‘ittiba’urrasul). Bagaimana cara shaum beliau, bagaimana shalat beliau, bagaimana cara shodaqoh/zakat beliau, cara iktikaf beliau serta ibadah-ibadah lain.
Secara bertahap dan berkesinambungan kita sempurnakan tata cara ibadah kita. Melalui kajian-kajian fikih ibadah kita tertibkan semua amal ibadah kita. Sejauh mana bentuk ritual kita selama ini dalam mecontoh apa yang dilakukan Rasulullah SAW perlu dicermati dan ditelaah. Membuat atau melakukan aturan baru dalam peribadatan maghdoh menjadikan amalan tertolak.
Aspek yang terakhir menyangkut puncak nilai amal, yaitu ihsan. Sebagaiman firman Allah SWT dalam surat Al-Mulk, ayat 2, yang menjadikan mati dan hidup supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang paling baik amalnya (ihsan), dan Dia Maha Perkasa dan Maha Pengampun.
Berkaitan dengan ihsan Rasulullah bersabda: Hendaklah engkau beribadah kepada Alloh seolah-olah engkau melihat-Nya. Namun jika engkau tidak dapat (beribadah seolah-olah) melihat-Nya, sesungguhnya Ia melihat engkau. Kesadaran ihsan akan mendorong amal ibadah dilaksanakan dengan penuh kesungguhan, kekhusyukan, dan keikhlasan.
Amal menjadi tuntas dan menghadirkan ke-ridho-an-Nya manakala berpilar pada Iman, Islam dan Ihsan. Walloohu a‘lam bi shshowaab.
*Dosen Program Studi Pendidikan Dokter (PSPD) Fakultas Kesehatan dan Ilmu Kedokteran (FKIK) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta