REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA – Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong menyoroti memburuknya hubungan antara Amerika Serikat (AS) dan Cina. Salah satu faktor yang memicu ketegangan adalah terus bertumbuhnya pengaruh politik dan ekonomi Negeri Tirai Bambu di dunia.
"Dunia tidak dapat membiarkan konflik antara Cina dan seluruh dunia, khususnya antara Cina dan AS," kata Lee dalam sebuah wawancara dengan China Central Television (CCTV) awal bulan ini yang transkripnya baru dirilis kantor perdana menteri Singapura pada Sabtu (25/3/2023) lalu.
Lee mengungkapkan, Cina memberikan banyak kontribusi pada perekonomian dunia. Suara Beijing dalam urusan internasional juga besar. “Saya pikir Anda harus mengambil langkah demi langkah, dan menstabilkan hubungan dan kemudian secara bertahap membangun kepercayaan, serta secara bertahap mencoba untuk maju,” katanya kepada CCTV.
Kendati demikian, Lee menyadari proses demikian akan memakan waktu. “Itu tidak mudah dan ada tekanan politik di kedua sisi,” ucap tokoh berusia 71 tahun tersebut.
Hubungan antara Cina dan AS telah dibekap ketegangan dalam beberapa tahun terakhir. Kedua negara berada pada posisi berseberangan dalam sejumlah isu, seperti dukungan terhadap Taiwan, persengketaan Laut Cina Selatan, dan dugaan pelanggaran hak asasi manusia terhadap etnis Uighur di Xinjiang.
Hubungan Beijing dan Washington pun sempat memanas akibat perdebatan soal asal-usul munculnya pandemi Covid-19. Teori tentang kebocoran lab di Wuhan menjadi sumbunya.
Relasi AS dan Cina semakin memburuk akibat insiden penembakan balon udara. Pada 4 Februari lalu, AS menembak jatuh balon udara milik Cina yang telah terbang di wilayahnya selama beberapa hari. Washington menuduh balon tersebut melakukan aktivitas pengintaian atau mata-mata.
Salah satu wilayah yang dilintasi balon tersebut adalah Montana, yakni rumah bagi salah satu dari tiga ladang silo rudal nuklir di Pangkalan Angkatan Udara Malmstrom.
AS menyebut masuknya balon Cina ke wilayahnya merupakan pelanggaran yang tak dapat diterima. Jet tempur AS menembak jatuh balon tersebut di lepas pantai Carolina Selatan. Pada 3 Februari lalu, Pemerintah Cina mengonfirmasi bahwa balon udara yang memasuki wilayah AS adalah miliknya. Namun Beijing membantah tuduhan AS yang menyebut balon itu melakukan aktivitas pengintaian.
“Pesawat itu dari Cina dan bersifat sipil, digunakan untuk meteorologi dan penelitian ilmiah lainnya. Karena pengaruh angin barat dan kemampuan kontrolnya yang terbatas, pesawat itu menyimpang dari jalur yang dimaksudkan,” kata Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Cina dalam sebuah pernyataan.
Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin sempat menghubungi para pejabat pertahanan Cina untuk melakukan pembicaraan tak lama setelah balon udara milik Negeri Tirai Bambu yang tengah mengudara di wilayah AS ditembak jatuh. Namun Austin tak memperoleh respons apa pun. Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken pun membatalkan agenda kunjungannya ke Beijing akibat adanya insiden balon udara tersebut.
Pada 9 Februari lalu, Kementerian Pertahanan (Kemenhan) Cina memberi penjelasan tentang mengapa mereka menolak permintaan pembicaraan Lloyd Austin. Kemenhan Cina mengatakan, keputusan AS untuk menembak jatuh balon udara milik negaranya adalah tindakan tak bertanggung jawab.
“Pendekatan yang tidak bertanggung jawab dan sangat keliru oleh AS ini tidak menciptakan suasana yang tepat untuk dialog serta pertukaran antara kedua militer,” katanya.
Kemenhan Cina menilai, AS bersikeras menggunakan kekuatan untuk menyerang balon udara milik negaranya. Selain dipandang melanggar praktik internasional, penembakan tersebut menjadi preseden buruk.