Ahad 26 Mar 2023 21:48 WIB

11 Senandung Cinta dan dan Kerinduan kepada Baginda Nabi Muhammad SAW dari Imam Bushiri

Imam Bushiri menulis senandung cinta dalam kitab yang dikenal dengan Burdah Bushiri

Rep: Andrian Saputra / Red: Nashih Nashrullah
Kawasan Raudhah dan koridor di depan Makam Rasulullah SAW.  Imam Bushiri menulis senandung cinta dalam kitab yang dikenal dengan Burdah Bushiri
Foto: Republika/Fitriyan Zamzami
Kawasan Raudhah dan koridor di depan Makam Rasulullah SAW. Imam Bushiri menulis senandung cinta dalam kitab yang dikenal dengan Burdah Bushiri

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Qasidah Burdah Imam Bushiri atau al-Kawakib ad-Duriyah fi Madhi Khair al-Bariyah memiliki syair-syair yang begitu indah.

Dalam Qasidah Burdah, Imam Bushiri meluapkan gejolak cinta dan kerinduan kepada Rasulullah SAW. Qasidah ini terdapat 160 bait.

Baca Juga

Pada tulisan ini akan dijelaskan makna bait ke-1 hingga ke-12 berdasarkan penjelasan pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin, Rembang, KH Mustofa Bisri dalam pengajian Ramadhan 1444 H kitab Burdah Imam Bushiri yang disiarkan melalui akun YouTube resmi GusMus Channel.

Bait 1

أَمِنْ تَذَكُّرِ جِيْرَانٍ بِذِيْ سَلَمِ * مَزَجْتَ دَمْعًا جَرَى مِنْ مُقْلَةٍ بِدَمِ

“Adakah karena teringat tetangga-tetangga di Dzi Salam, kamu mencampur air mata yang mengalir dari mata dengan darah?

Dzi Salam adalah satu tempat antara Makkah dan Madinah. 

Imam Bushari seolah bertanya atau berbincang-bincang pada dirinya sendiri, tentang apa sebabnya hingga dia menangis sangat sedih seolah air mata yang keluar itu sampai bercampur dengan darah, apakah karena mengingat seseorang tetangga yang tinggal di Dzi Salam?

Bait 2 

أَمْ هَبَّتِ الرِّيْحُ مِنْ تِلْقَاءِ كَاظِمَةٍ * وَأَوْمَضَ الْبَرْقُ فِي الظَّلْمَاءِ مِنْ اِضَمِ

“Atau karena angin berhembus dari arah khazimah (jalan menuju ke Makkah). Atau karena kilat yang menyambar di kegelapan malam dari lembah Idzomi (jurang-jurang di Arab).

Orang-orang yang memiliki kecintaan terhadap seseorang akan menyebutkan tempat-tempat yang membuatnya teringat dengan yang dikasihinya. 

Dan pada bait kedua, sebagaimana melanjutkan pertanyaan pada bait pertama. Apa sebabnya hingga dia menangis begitu sangat sedih? Apa karena teringat tetangga di Dzi Salam, atau karena angin yang berhembus dari Kazimah, atau karena kilat yang menyambar dari Idzami?

Bait 3

فَمَا لِعَيْنَيْكَ اِنْ قُلْتَ اكْفُفَا هَمَتَا * وَمَا لِقَلْبِكَ اِنْ قُلْتَ اسْتَفِقْ يَهِمِ

"Mengapa kedua matamu itu tetap menangis bila dikatakan 'berhentilah'? Dan mengapa hatimu tetap gundah bila dikatakan 'sadarlah'?

Jika bukan karena hal-hal tersebut lalu apa yang membuat orang tersebut seperti itu. Bahkan ketika ada orang lain yang menyeru untuk berhenti justru dia menangis semakin menjadi. Dan ketika orang lain memintanya untuk sadar, dia tetap gundah. 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement